Thursday, June 28, 2007

Under no Roof

Last night I went home at 1.15 a.m. from my office. I don't know why but time run very fast that night while I'm working. I need to provide lot of scripts for rehomming activity which will be held also on that day. My grand-PM pushed me to did it.

It was very cold. That chance, I still ride my motorcycle on my journey home. The day has been raining all day long (I learn this kind of sentence in my new English class). Gosh, that frigid dawn air hurted my skin very deep. I ran in 60 km/h and it made me slow it to 40 km/h. I couldn’t stand any more. The only thing that made me stand still was the imagination of my warm blanket.

Suddenly, that night, I saw two men lying in front of a store, using a thin sarung each to cover his body, sleeping on the street, with no roof, no ceiling. Hard to imagine they slept on that street without any roof and foght with extremly cold air. They must felt very cold and they must curse their rest time that night. And something that I can’t imagine is: they do it everyday. Don't know how, don't know why, but somehow, I admitted, they get more resistent every single day they did it.

I cursed my day that night. To work very late providing scripts and didn’t have my routine rest time. Then, after I saw them I must lift my grateful and thankful prayer to God. He still gives me roof and home to live. Not just about the warmth of the room, but also the warmth of family. Not everybody has this. But I pray they are-who unlucky-strengthened in doing the life.

We all are human
We are created in the same rights and same level
No language, no sight
We are born with no prices and naked
We are born with no chance to choose our family
But one thing for sure
We are created in one purpose
To make the world better
For all of us
For whole of us
For entire us

Tuesday, June 26, 2007

Pemain Keyboard

Gua lagi bingung belakangan ini. Secara gua dipercaya sebagai keyboardist di Gereja, itu berarti gua mesti banget banyak berlatih dan harus banyak bersentuhan dengan Keyboard or Electric Piano. Nah, yang gua bingung adalah:


1. Apakah gua harus membeli sebuah Keyboard or Electric Piano?
2. Apakah gua harus membeli yang baru atau yang bekas?
3. Punya duitkah gua? (Jawabannya gak banyak-banyak)
4. Atau gua pinjem aja? (Capek juga kali ya pinjem-pulangin pinjem-pulangin terus)
5. Pinjem ama siapa?

Bingung deh gua. Hmm... mungkin sebaiknya gua berdoa supaya diberikan jalan keluar (semoga jalan keluarnya berupa "new electric piano"; hihiihihi... Amin!!)

Monday, June 25, 2007

Bertukar Makanan

Gua dan sahabat-sahabat terkasih punya kebiasaan unik setiap makan. Agak aneh sih dan brutal, tapi sejujurnya seru. Apalagi sesuatu yang mendasari kebiasaan itu, sangat mengharukan.

Tiap makan kami punya kebiasaan bertukar makanan. Mungkin kita pernah mendengar kebiasaan “mencicip” makanan dimeja makan, tapi ini sama sekali berbeda. Ini “bertukar” makanan. Ada perbedaan yang cukup besar dari “cicip” dan “tukar”.


Pencetus ide ini adalah Pindy. Gak nyangka yah cewe sekurus ini punya kebiasaan yang aneh (hehehe… peace). She used to be very clean and tidy (namanya juga Pindy Van Der Kamp). Tapi untuk urusan di meja makan, jangan harap dia bakal sopan atau rapih. Semua dicoba satu-satu.

Awalnya gua agak risih ama ide ini. Gua pikir “iih.. gak elit banget; puas dong ama makanan sendiri…” tapi lama-kelamaan “seru juga… lucu juga…”. Apa yah… something great came through on my mind aja on that day. Sepertinya kalo kita mesen makanan disuatu restauran itu gak bakal takut-takut lagi kalo makanan yang kita pesan kurang memuaskan. Toh, semua makanan dimeja akhirnya milik kami, bukan lagi milik perorangan. Indeed, itulah hebatnya, milik kami adalah milik bersama. Dan, untuk orang yang gak terlalu suka makan seperti gua, itu adalah keuntungan. Karena setiap makanan gua yang tidak habis langsung jadi milik “tempat sampah” seperti Bo dan bo. Whuahahahaha…

Lucunya, gua sering kebablasan dengan kebiasaan itu. Sometimes, waktu gua makan dengan teman-teman lain; misalnya teman-teman kantor; gua sering memiliki hasrat (berupa stimulus) untuk mengambil makanan teman-teman gua. Untung gua selalu disadarkan saat gua melihat muka teman-teman kantor gua itu. (ternyata itu bukan the Bo’s) Kalo gak… waduh malunya.

So how about you? Dengan siapa terakhir engkau bertukar makanan?

Friday, June 22, 2007

French kiss

Taon 2004 lalu waktu gua di Paris, gua (pastinya!) nyempetin diri ke Eiffel. Dan walopun gak jadi menikmati indahnya kota tersebut dari puncak menara (gara-gara ada ancaman bom), tapi gua tetep puas memandang Eiffel dari Trocadero-seberang menara Eiffel. Dari situ gua bisa langsung; kasat mata; melihat kokohnya bangunan yang melambangkan peringatan 100 tahun revolusi Perancis itu.

Waktu di sana gua pengen membuktikan sendiri; sebab kata orang: “bule itu gak ada malunya, ciuman dipinggir jalan juga ada di Eropa”. Nah, ternyata bener juga, gua liat kanan-kiri dan emang semua orang lagi pada ciuman. Budaya yang aneh gua pikir. Tapi yang namanya gua orang flegmatis, jadi ya gak terlalu mempermasalahkan budaya orang lain duong…

Alhasil jadilah gua siang itu hunting French kiss. Beh, mulai dari dua sejoli yang cium-ciuman sambil tiduran, ampe guling-gulingan segala, ada.
Menikmati banget nampaknya mereka. Beneran tuh, orang seberjubel itu mereka cuekkin.

















Ada juga yang agak normal. Mulai dari memandangi Eifel berdua. Kemudian gandengan tangan, terus foto-foto berdua, terus dekap-dekapan, sampai akhirnya, Jrejeng!!! Again French kiss.








Tapi yang menang malam itu adalah dua pria dan wanita ini:


They kissed with passion. Great passion.

Tampangnya sih bukan orang-orang muda lagi. Kayaknya mereka orang tua dari beberapa anak. Bisa jadi mereka lagi 2nd honey moon. Tapi yang pasti ciuman mereka gak bohong, penuh kejujuran. Penuh arti. Bukan cinta monyet biasa. Melainkan setelah pengalaman yang mereka lalui di bahtera keluarga nampaknya.


I hope their love will remain forever…French kiss


Thursday, June 14, 2007

Gaya kerja Orang Bule


Di tempat kerja gua yang baru ini, gua sempat bersinggungan dengan orang-orang bule. Beh.. gua bilang. Gua suka banget ama gaya kerja mereka. Gak ada matinya gua pikir. Rajiiiinnn banget. Truly responsible and truly accountable. They also always stick to procedure, always. Pantes aja yah negara mereka maju-maju. Gaya kerjanya kayak gitu.

Kalo dibandingin ama gua sih sebenarnya daya tahan kerja dan kesabaran gua gak kalah-kalah banget ama mereka. Tapi yang gua yakin gua kalah banget dari mereka adalah bagian never give up-nya. Kalo gua (dan gua percaya banyak orang Indonesia lainnya) menemui masalah yang segitunya, pasti udah pada nyerah. Muncullah perkataan-perkataan:

Ya udahlah, yang penting beres dulu, nti dipikirin lagi ke depan…

Nah mereka-mereka ini, kayaknya gak pernah kompromi kayak gitu. Kalo gak tau dan gak bisa gak akan menyerah. Nemuin masalah gak nyerah, terus menggali dan menggali. Apa yang diminta dan memang paling rasional dan paling benar itu yang dilakukan. Up to the most detail things. Terus jalan dan melangkah follow the track, gak ada ganti-ganti rencana untuk mempermudah diri. Mungkin prinsip mereka gitu kali ya… follow the track is the easiest way.

Moga-moga dari sini gua banyak belajar lah…


Wednesday, June 13, 2007

Find the Best Way Home

For almost two months I’ve been riding motorcycle to my office, I never try to find other route except the route I usually pass. From this I found that I’m a kind of untaking-risk guy. I always do what usually I do, and I always take what I usually take.

But, since a couple of days ago, I don’t know why, I have a new hobby. To find the best way home from office, or vice versa. I like it very much. To conquer the Metropolis City named Jakarta. To pursue even the thinnest street in town, hiding from traffic jam. To find the most free-way in time and make a run-fast riding.

Nevertheless, I’m still untaking-risk guy. It’s just I need it. To pursue the free-way instead of set up in traffic jam. Maybe it is the way should be. The way it is. A man will take off one by one of his/her habits in order to fulfill their needs.

Tulisan yang mengisi Jiwa

Nulis di antara para teknokrat emang gak gampang, secara lingkungan sekitar gua ya orang-orang teknik. Kalo gua nulis sesuatu yang tidak ilmiah langsung dikomentari:
Apaan tuh gak ada gunanya, curhat-curhatan gak jelas gitu

Gua sendiri punya pengertian yang berbeda tentang itu. Gua membahasakannya Tulisan yang mengisi jiwa. Tulisan ilmiah memang baik, tapi seorang manusia tidak seharusnya melulu memberi makan pikiran dan pengetahuannya saja. Gua juga gak pernah mau gua search ke google, tapi gak ada bahan yang gua butuh. Tapi tetep, ada saatnya di mana seseorang jiwanya haus dan hanya dipenuhi oleh orang lain. Tujuan inilah yang membuat gua suka berbagi tentang kesenangan, kegemaran, keluh-kesah kehidupan gua, pengalaman hidup gua kepada orang lain (Selain tentunya keinginan gua untuk menjadi populer. Ihikhikhikhikhik…)

Kegemaran menulis hal-hal seperti ini tentunya diawali dari kegemaran membaca hal-hal serupa. Gua suka banget baca pengalaman hidup seseorang, membaca isi hati seseorang ataupun membaca catatan harian seseorang. Itu tuh bagaikan membaca buku kehidupan dari orang tersebut sekaligus melihat cara pandang dia akan sesuatu. Hal ini amat baik kalo gua bilang. Saat seseorang dapat menggali tentang orang lain, apa yang dirasakan orang lain, melihat perbedaan cara pandang kita dengan orang lain, memetik pelajaran dari orang lain tentang suatu kasus kehidupan, dsb. Dan emang siapa sih yang nggak bangga kalo seseorang mempercayakan suatu cerita kehidupannya pada kita.

Kesimpulannya: Emang manusia itu beda-beda. Ada yang begini, ada yang begitu, ada yang begono ada pula yang begajrut (entah apa itu maksudnya). Tapi satu hal yang pasti, manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan lahiriahnya, melainkan pula kebutuhan batiniah-nya, baik sadar atau tidak sadar.

Thursday, June 07, 2007

Where are you...

Where are you my dear?

I can't feel your presence

Where are you my dear?

I can't feel you in my heart

Where are you my dear?

Where are you in my heart?


Please tell me what happened

are you mad of me?

Did something bothered you till you acting like this?

Please tell me the truth so I can know your feeling

Where are you my dear?

Are you sure you want this gone so fast?

Tuesday, June 05, 2007

Narsis

Gua gak tahu kalo gua bisa nyanyi secanggih ini…

If I Ain’t Got You.mp3

(Halah, narsis pisan).

I’m the one who sang first.

Ps: thanks to Mr. Eldi (my duet) who taught me how to sing.

Monday, June 04, 2007

Kamu

Gak tau kenapa gua males banget ngedenger kata ini.

Gua lebih baik mendengar kata "anda" atau "lu" atau "you" atau yang lain untuk mengacu ke diri gua oleh orang ke-2.

Mungkin karena pengalaman buruk gua kali ya di masa lalu, entah yang mana. Tapi kalo gua denger orang menyebut kata itu (gua males nyebutinnya), gua menangkap ada nada merendahkan di situ.

Kecuali kata "kamu" yang disebutkan oleh orang terkasih ya... kalo itu terdengar makin romantis jadinya. Huehehe...


Ps: Hmmh... sedang kangen kepada orang-orang terkasih.

She Looks Pretty

She looks pretty among those people

She shines alone among them, like all sun’s shaft directed only to her

All the voices seem so calm except her melodic voice

I just can’t get her out of my head

No matter how hard I try


Maybe that's why a man ever composed a song named FEVER
she's like a fever for me