Thursday, October 28, 2010

Mencintai Bayangan Sendiri

Semua orang pasti menganggapku sudah gila.
Mana ada orang yang mencintai bayangannya sendiri.
Namun aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri.
Aku harus jujur kepada diriku sendiri.
Bagaimana aku bisa hidup kalau begitu.

Jujur saja, Ia selalu ada dalam hidupku.
Ia selalu ada disampingku.
Ia selalu menemaniku setiap saat.
Di kala terik. Di kala gelap.
Di kala hujan. Di kala badai, Ia selalu ada.

Awalnya aku tidak memperhatikan ini, namun belakangan ini semua menjadi teramat jelas.
Ia berubah. Selalu mengertiku.
Aku juga berubah, selalu mengertinya.
Yang lain boleh pergi meninggalkanku.
Namun Ia tetap tinggal. Menjadi temanku.

Memang, semua orang berkata itu tidak mungkin.
Tapi aku berharap tidak ada yang mustahil.
Semua orang berkata, itu kegilaan, madness, insanity.
Tapi aku berkata, itu kejujuran. Naluri alamiah yang keluar dari diriku.
Semua berkata, kamu sudah tidak waras.
Tapi aku berkata, aku belum pernah sebahagia ini sebelumnya.

Ia tidak bisa memegangmu!
Aku tidak butuh dipegang.
Ia tidak bisa menciummu!
Aku tidak butuh dicium.
Ia tidak bisa bercumbu denganmu!
Aku tidak butuh dicumbu.
Aku hanya butuh ditemani. Sosok yang selalu ada disampingku. Setiap saat.

Aku tahu dengan akal sehat bahwa semua ini dilarang.
Tidak akan pernah dan tidak akan bisa.
Dunia tidak akan pernah mengizinkan hal ini terjadi.
Namun, tidak bisakah kalian? Membiarkan aku sesaat saja, menikmati cintaku padanya.
Sesaat saja. Aku memuaskan rasa sayangku kepadanya.
Aku tahu batasnya. Ketika waktu memanggilku. Ketika cahaya tidak lagi ada. Ketika itulah aku harus melepasnya.
Hanya saja, biarkan aku mencintainya, walau sesaat.

Tuesday, October 19, 2010

Menjadi Kreatif

Baru-baru ini aku menemukan beberapa cara unik dalam meng-update status facebook.

Berawal dari keinginan memotivasi diri sendiri, dan juga sharing ke orang lain, maka lahirlah beberapa kreativitas yang mungkin digemari beberapa orang (atau setidaknya aku berpikir begitu).

1. Quote of My Mind
Aku seperti memiliki jalan pemikiran sendiri terhadap sesuatu. Sesuatu yang mungkin berbeda dari cara orang lain. Jadi, baiklah itu secara spontanitas, aku tuangkan dalam suatu kalimat-kalimat fakta singkat yang bisa diserap oleh orang lain. Aku memberi kebebasan kepada para pembaca di sini untuk setuju ataupun tidak setuju. Teserah. Kalimat favoritku sampai saat ini adalah:

"if you want to die slowly, live in Jakarta. If you want to die fast, drive in Jakarta."


2. Talk to My Self
Rutinku yang satu ini nampaknya masih menjadi kontroversi di luar sana. Beberapa rekan menganggapku gila, atau bahkan memiliki kepribadian ganda. Sementara, aku melihatnya sedikit berbeda. Aku berpikir, sebenarnya seseorang dapat bercakap-cakap dengan dirinya sendiri.
Tokoh pertama: Adalah tokoh yang terjebak dengan rutinitas hidupnya sehari-hari.
Tokoh kedua: Adalah tokoh idealnya. Seseorang yang berpikir ideal, menurut ideologinya masing-masing. Suatu sisi yang masih memiliki ideologi dan mimpi-mimpi yang mau diraih dalam hidupnya.
Percakapan tersebut sebenarnya hanya untuk mengingatkan. Coba tengok betapa banyak orang-orang di luar sana, yang menyerah dengan keadaan, dan mengubur mimpi-mimpinya. Sekarang, bagaimana kalau mimpi-mimpinya bisa berbicara. Yakni dirinya sendiri.


3. 98,3 Myself FM on Facebook.

Sebenarnya kreativitas ini lahir dari kerinduan diriku untuk kembali siaran radio. Hmm... I still can smell the air of morning fresh when I was an announcer five years in past. Begitu bersemangat. Dan, nampaknya beberapa orang suka mengirim salam. Sebenarnya bisa saja langsung mengirim pesan tersebut. Namun, ketika melalui suatu media massa tertentu, ternyata mengirim salam itu menumbuhkan suatu sensasi yang berbeda dari pada sekedar mengirim SMS biasa. Hehehe. Enjoy...

Just be creative, just be you...

Thursday, October 14, 2010

Suatu Waktu Di Masa Lalu

Aku menendang ayunan itu,

braak...

Hingga mengeluarkan bunyi yang sangat keras. Di dalamnya ada seorang bayi. Bayiku. Hasil perbuatanku dengan kekasihku. Atau mungkin, mantan kekasihku.

Hatiku sakit. Setiap malam aku mendengar tangisan bayi itu, hatiku sakit. Teriris dengan pedih. Aku benci sebenci-bencinya kepada Ibu dari anak itu. Kenapa Ia dengan tega meninggalkan anak ini di sini.

Kenapa dia begitu saja merelakan tanggung jawab semuanya kepadaku?

Apalah aku? Aku hanya seorang tukang becak. Aku tak mampu untuk membeli susu anak ini. Setiap hari aku harus membawakan susu untuk anak ini. Kuat sekali dia minum susu.

Malam itu aku sudah tidak tahan lagi. Aku seperti kesetanan. Hatiku sudah sangat sakit, perih dan luka. Tak sadar aku menendang bayi itu. Ia jatuh terguling-guling hingga pintu depan. Belum berhenti sampai di situ, Ia terus terguling ke beberapa anak tangga di pintu depan. Umurnya baru 6 bulan. Kepalanya terbentur di setiap anak tangga. Sampai akhirnya anak itu berhenti terguling. Masih dibalut dengan kain seadanya.

Matilah. Pecah sudah kepala anak itu.

Aku bingung antara menyesal atau tidak melakukan hal itu kepada anak itu. Pelan-pelan aku kembali mengambilnya dan aku letakkan di tempat tidur. Ia menangis sangat keras. Aku tak tahan, aku memilih pergi dari tempat itu.

Malam itu aku keluar, berjalan di sepanjang kegelapan. Bukan lagi hanya jalan yang gelap, melainkan hatiku juga sudah gelap. Akal sehatku sudah mati, aku tidak tahu lagi bagaimana harus bertahan. Aku tidak tahu kemana lagi harus meminta pertolongan. Kedua orang tuaku juga orang miskin. Hidup pas-pasan. Aku tak mungkin meminta dari mereka. Aku harus berusaha sendiri.

Ya Ilah, apa yang harus aku lakukan?
Ini semua memang salahku. Dosa kemudaan memang pembual. Setan memang pembual. Ia merayuku, untuk melakukan semuanya itu. Aku memang seperti di atas angin waktu itu. Aku baru saja menyelesaikan sekolah tingkat atasku. Tidak ada satupun dari keluargaku yang seberhasil aku. Saat ini aku sudah bekerja di Jakarta. Punya gaji, punya kehidupan. Punya pacar yang baik dan aku siap menikahinya.

Sampai suatu saat datang wanita ini. Dia selalu menghinaku. Katanya aku hanya seorang Cleaning Service. Tidak akan mau wanita terhormat seperti aku, dengan seorang Cleaning Service.

Aku merasa sangat tertantang. Aku harus mendapatkan dia.

Aku berusaha mendekatinya. Aku mengerahkan segala cara untuk mendekatinya. Sampai akhirnya Ia jatuh juga kepelukanku. Dan sejujurnya, aku juga, jatuh kepelukannya. Hidup menjadi sangat indah waktu itu. Semua seperti berwarna. Sembunyi-sembunyi kami bermesraan. Kami mulai melangkah lebih jauh, kami mulai bercumbu. Bahkan kami melakukan yang lebih dari itu.

Semua sangat indah waktu itu. Seperti berada di surga. Bersama dengan orang yang aku cintai aku menjalani dunia ini. Sampai akhirnya kalimat itu keluar dari mulutnya:

Aku terlambat.

Runtuh rasanya duniaku. Tiba-tiba, duniaku langsung terbalik. Surgaku berubah menjadi neraka.

Bagimana dengan orang tua dia?
Aku harus bagaimana?
Apakah aku harus pergi? Atau bertanggung jawab?
Bagaimana dengan masalah pekerjaan?
Bagaimana dengan masalah kepercayaan?

Pertanyaan itu berulang-ulang di kepalaku. Dan bertambah-tambah lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain.

Mana mungkin keluarganya akan menerimaku?
Aku hanya seorang Cleaning Service. Mereka orang terhormat.
Apa yang bisa kuberikan kepada mereka? Gajiku tidak cukup.

Pertanyaan itu terus terputar tak mengenal waktu. Aku shocked berat. Ditambah lagi kekasihku memintaku menyiapkan dana berpuluh-puluh juta untuk meminangnya. Aku gak punya apa-apa. Aku hanya punya 1 juta. Tapi apa gunanya lah itu. Aku black out. Semua hidupku berasa seperti kemelut. Tak ada jalan keluar. Semua buntu. Aku selalu termenung.

Hingga suatu hari aku dipanggil bosku. Katanya aku di-skors sampai waktu yang tidak ditentukan. Seketika itu juga aku naik pitam.

Kalau mau pecat bilang aja, gak usah pake digantungin begini!!!

Aku mendatanginya seraya ingin menghabisinya. Aku kalap. Untung banyak orang-orang lain di sana yang merelai. Aku pergi dengan kemarahan. Dan menendang sana-sini dalam amarah.

Habis sudah. Semuanya habis. Tak punya apa-apa. Kehilangan pekerjaan. Habis sudah.

Malam itu akhirnya aku memutuskan untuk meneriwa tawaran temanku. Belum pernah aku melakukan ini sebelumnya. Aku terdesak. Aku terpaksa melakukannya.

Esok malamnya aku bersiap-siap. Ibuku sempat bertanya:

Ibu: Mau kemana?
Aku: Udah bu, doakan saja supaya selamat.
Ibu: Mau kemana?
Aku: Udah bu, doakan saja supaya saya selamat.

Aku menyiapkan semua peralatanku. Motor hasil sewaan juga sudah siap. Aku mengendarainya. Aku masih setengah-setengah. Sesekali aku berhenti, dan memutuskan untuk mundur. Kemudian aku kembali mengingat anakku. Aku harus melakukannya. Demi anakku.

Akhirnya aku sampai di depan rumah itu. Untuk ukuran rumah-rumah di kampung, rumah ini termasuk rumah gedongan. Maklum, almarhum pemilik rumah ini dulu perwira.

Aku ambil tang-ku, aku congkel pintunya.
Tidak terlalu sukar, aku sudah biasa melakukannya.
Kemudian, aku ambil kawat, aku buka kuncinya.
Juga tidak terlalu sulit.

Tidak ada lagi yang kupikirkan. Aku hanya melakukannya.

Sampai akhirnya semua terbuka. Aku melangkah masuk.
Tiba-tiba lampu menyala dan wanita itu, janda dari sang perwira berdiri tepat di depanku.

Beberapa lama kami saling bertatap-tatapan. Aku kalut setengah mati. Aku tidak menduga kejadian seperti ini akan terjadi.

Ia berteriak sangat keras. Keras sekali. Aku memukulnya tepat diperut. Ia terhuyung-huyung sebentar. Kemudian Ia berteriak lagi. Kali ini bahkan lebih keras. Aku kalap. Aku bingung. Yang terbayang kepadaku bagaimana kalau seluruh warga datang dan membinasakanku. Kemudian kejadian itu terjadi. Aku menusuk leher bagian kanannya dengan belati yang aku bawa. Clluuk... Bunyi belati yang tajam beradu dengan kulit lehernya. Ia terdiam. Darah mengalir dari lehernya, dan membasahi bagian ujung dari belati tersebut. Darah itu kemudian mengalir lebih deras dan menetes ke lantai.

Aku tak tahan melihatnya. Aku kemudian pergi ke kotak obat dan mengambil kapas, alkohol dan perban. Rumah sakit tempat ku bekerja mengajarkanku sedikit tentang hal ini. Kemudian aku merawatnya. Membersihkan lukanya. Menyapunya dengan alkohol. Dan memasangkan perban di lehernya.

Kemudian aku bicara kepadanya. Aku berbohong. Aku bilang aku menagih utang pacar dari Janda itu. Jadi aku meminta ganti rugi kepadanya secara langsung. Karena pacarnya telah kabur. Aku beralasan.

Aku meminta seluruh perhiasannya. Aku meminta barang-barangnya yang lain. Anehnya, Dia setuju. Bahkan Dia dengan rela ikut mengantarkanku ke luar. Ke depan gang, tempat motor sewaanku berada.

Akh, sial sekali aku. Ketika aku berjalan mendahului dia, tukang-tukang ojeg sedang mangkal tidak jauh dari motorku itu. Kala itu sudah jam 3 pagi. Aneh sekali. Seorang Janda membawa barang-barang keluar dari rumahnya. Bersama aku, orang yang tidak di kenal di Kampung itu. Dan ada bekas luka perban di lehernya.

Matilah aku. Dalam hatiku.

Sedikit saja Ia berteriak. Habis sudah nyawaku. Aku teringat dengan ucapan Ibuku ketika aku berangkat tadi. Aku memohon didoakan supaya selamat.

Ternyata inilah akhir hidupku. Inilah jalan kematianku. Habis sudah jalan hidupku di sini.

Langkahku gontai. Tidak ada lagi gairah dalam diriku. Bahkan ketika aku sampai di motor sewaanku aku sudah siap untuk dihabisi orang-orang.

Namun, nampaknya Surga masih memihakku.

Janda itu sama sekali tidak teriak. Ia bahkan membantuku merapihkan barang-barang itu di atas motorku. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tukang-tukang Ojeg yang mangkal itu pun tidak curiga. Padahal aku membawa begitu banyak kardus-kardus berisi barang-barang. Bahkan mereka tidak mendekat untuk bertanya. Aku tak tahu kenapa.

Kemudian aku siap berangkat. Kakiku masih lemas. Aku takut kalau-kalau Wanita itu berubah pikiran dan kemudian berteriak. Aku menjalankan motorku dengan pelan. Tanpa rasa, tanpa gairah. Habis sudah hidupku ku pikir.

Dalam kegelapan aku mengendarai motor. Sepuluh meter pertama terlewati. Dua puluh meter pertama. Wanita itu masih belum berteriak. Aku menoleh ke belakang Ia masih berdiri di sana sebentar melihat ke arahku. Entah apa yang ada dipikirannya.

Sampai akhirnya lampu jalan itu sudah tidak terlihat lagi. Hanya aku dan motor sewaanku, perhiasan-perhiasan itu, dan barang-barang yang kurampok dari rumah Wanita itu. Nampaknya wanita itu sama sekali tidak teriak. Bahkan sepertinya Ia melepasku pergi begitu saja.

Surga masih dipihakku, kupikir.
**********************************************************


Malam ini, aku bermain dengan anakku. Di rumah yang sangat besar. Bahkan lebih besar dari saksi kejahatanku dahulu. Aku bermain dengan anakku dan adiknya. Kami berlarian, berkejar-kejaran di-sofa. Sementara Ibu kandung dari anakku sedang berbincang-bincang dengan saudaranya di depan televisi.

Aku sangat bersyukur malam ini. Surga masih dipihakku. Tuhan telah menjadikan semuanya baik. Teramat baik. Untukku dan keluargaku. Berkat-berkatnya melimpah ruah dalam keluargaku. Sekarang aku berkecukupan. Tidak kaya, namun cukup.

Aku mampu membelikan apa yang diinginkan oleh anak-anakku. Dahulu, aku harus kena tendang dan pukulan-pukulan dari Ayahku karena aku memberanikan diri meminta Tahu Gejrot. Sekali-sekalinya dalam hidupku aku meminta. Sekali itu dalam hidupku, aku ingin seperti anak-anak normal lain pada umumnya. Membeli jajan. Aku mencoba meminta jajan pada Ayahku, namun yang ku terima adalah tendangan tepat di dadaku. Dan aku terpental hingga 2 meter ke belakang.

Masa itu sudah lewat. Terima kasih Tuhan sudah memberikan kami berkat berkecukupan.

Surga masih dipihakku.



-Dari suatu sumber-

Tuesday, October 12, 2010

Tears

I once asked God, why should there are clothes to cover human?

I listened the answer and I wrote it here: http://sahathutajulubo.blogspot.com/2009/09/aurat.html

Now, I got some similar question about tears. Why should be there are tears?

I will come up with the answer if I already get it.

I'm sure there is some special explanations about this.

Monday, October 04, 2010

ex-OI Outing 2010

Siang itu adalah pertama kalinya gua ngerasa takut banget untuk rafting (Arung Jeram). Bukannya gua takut dengan tantangannya yah, melainkan dengan keselamatan seluruh rombongan. Pasalnya, gua merasa sedikit-banyak bertanggung jawab sejak gua terpilih untuk mengepalai proyek outing tahun ini. Volume air siang itu memang lebih deras. Apa mau di kata, alam yang berbicara, hujan deras mengguyur Sukabumi beberapa hari terakhir. Tak ayal makanya riak air dan jeram menjadi sedikit lebih berbahaya.

Turun dari boat aku mendengar kisah-kisah itu. Beberapa rekan terlempar keluar dari boat dan rescue team menyelamatkan mereka. Bahkan ada satu boat yang seluruh awaknya terlempar keluar karena boat terbalik. Naasnya lagi, salah seorang awak wanita di tempat itu sampai tenggelam di bawah boat sekian lama. Cukup lama sehingga Ia tak kuat lagi menahan nafas dan akhirnya meminum dan menghirup semua air di sekitarnya, di bawah boat itu. Untung saja sang pemandu akhirnya sadar dan menarik Ia keluar tepat pada waktunya.

"Gila! Gua takut banget. Yang gua inget cuma anak-anak gua (sambil terisak dia menceritakannya). Gua gak bisa mikir apa-apa lagi. Kalo gua bisa berdiri lagi di sini, gua bersyukur banget kalo Tuhan memberikan gua kesempatan lagi untuk hidup."

Yang lainnya berkata dalam suatu pembicaraan singkat:

"Setengah nyawa gua melayang. Bukannya apa-apa gua gak bisa berenang. Udahlah, gua pasrah aja terbawa arus."

Hati kecil gua bersyukur. Untunglah gak sampai fatal. Thanks God. Gua sendiri lancar-lancar aja waktu di arung jeram, tetapi tidak untuk semua orang ternyata.

Outing kali ini memang berbeda. Tidak seperti biasanya. Pasalnya, ada perubahan organisasi besar-besaran di Departemen tempat aku tinggal. Di rombak sedemikan rupa, hingga nama Departemen dan Divisi tidak lagi ada, digantikan menjadi Unit Kerja atau Domain Kerja. Pengurusan penurunan dana juga serta-merta menjadi sangat kompleks. Pembuatan PO. Permohonan proposal, dsb. membuat aku sedikit muak sebenarnya mengingat birokrasi yang sangat panjang tersebut. Syukurlah, waktu 3 minggu lebih sedikit, ternyata dapat mendobrak seluruh birokrasi tersebut.

Enough
Birokrasi; karena waktu yang terbatas, bahkan segala-galanya terbatas, maka dibuatlah suatu outing yang lebih sederhana dan santai. Bagi-bagi hadiah. Dan tidak terlalu banyak team building. Instead, lebih banyak mengenang masa bersama. Outing kali ini memang lebih bertemakan perpisahan organisasi kami yang lama menjadi organisasi baru.

I just realized, that night, after the video was played, it was a great time indeed. To rememorize all the good things together. All the fun and the problems we've been through. All the people who have chosed to "moving forward". To be honest, I was a little bit sentimental to see all those people faces. Appeared on screen, while background music played. The faces were zooming from far to close. I had time, even only a few, to be reminded my good things with them. I miss them, frankly speaking. I miss the old times. I miss my life with them. When they were around. (I always like this every time I get sensitive. Suddenly english. Trully sorry).

And, so this outing called "Once a team, always a team". Indeed, we are. And I believe I am not the only person who feeling this. I believe all my mates, from ex-OI team feel the same way too.

We were team, and we always will...

Just remember,

As time goes by, friendship never flies...

Good luck mates.

-Dedicated to all OI Core and Transport Netman, Department; Ericsson Indonesia-