Friday, January 02, 2009

Mencintai Seorang Psikopat (2)

"Waduh, hujan deras banget nih, mending gua naik taksi aja lah biar aman", Kiara berbisik di hatinya sambil mengangkat telepon genggamnya dan menelpon perusahaan Taksi langganannya. Dan ketika Taksi yang dipesannya datang, Kiara sudah setengah basah kuyup. Maklum selain hujan deras angin juga bertiup sangat kencang.

Tiba-tiba telepon genggam Kiara berdering.

Kriiing.. kriiing.. Kriing.. kriing..

Kiara: Hei...
Nada Kiara sedikit melemah dan memanja, Sony menelpon.
Sony: Di mana?
Kiara: Di Taksi
Sony: Hujan deras, koq gak minta dijemput?
Kiara: Ehmm.. terakhir minta dijemput dibilang manja, emangnya gua Tukang Ojek pribadi lu apa? Jadi yah lebih baik naik Taksi. Lagi lebih enak jadi gak terkena hujan.
Sony: Kan, mahal. Lain kali kalau ada apa-apa telepon aja.

Hah? Please deh...
Kiara tahu betul itu hanya bual belaka. Palingan juga Sony gak akan pernah menjemput Kiara. Mustahil hal itu terjadi. Palsu.

Kiara: Iya, nanti kalau ada kesulitan pasti telpon.
Tuut.. tuut.. tuut.. tiba-tiba telepon putus. Kiara mencoba menelpon balik tetapi tidak berhasil. Untuk kedua kalinya Kiara mencoba tetap tidak berhasil. Hmmh... mungkin baterainya habis. Kiara meyakinkan dirinya sendiri. Kemudian Ia menatap ke luar jendela dan mulai berimajinasi di kepalanya. Hal favoritnya adalah, menciptakan suatu skenario-skenario khusus tentang Ia dan Sony. Ia paling suka melakukan itu, apalagi ditemani bunyi deras hujan. Ia juga percaya seluruh orang di dunia sangat senang melakukan hal yang sama. Ia tidak merasa teralienasi karenanya.

Sebentar Ia mengingat perkataan Sony di telepon tadi,

Lain kali kalau ada apa-apa telepon saja.

Hmm... Dia sebenarnya serius nggak sih ngomong gitu? Kiara bertanya dalam hatinya sendiri. Kemudian Ia jauh-jauh membuang pikiran itu dari dirinya. Bukan sekali atau dua kali Kiara dikecewakan akan janji-janji dan omongan manis Sony. Melainkan kerap kali. Tidak lagi bisa terhitung. Dan setiap Sony meminta maaf akan hal tersebut, Kiara hanya akan marah beberapa hari dan kemudian mengharapkan lagi cinta kasih dari Sony. Kiara terlalu candu terhadap Sony. Terlalu dalam.

Kiara menikmati sekali kasih sayangnya kepada Sony. Dan setiap tetesan balasan kasih dari Sony, Kiara menganggap itu sudah cukup untuk memuaskan dahaga kerinduannya. Jemari lentiknya yang putih mulai menyentuh kaca jendela. Kiara mengingat itu, momen paling indah dalam hidupnya, ketika kedua tangan Sony mendekap erat dirinya. Kedua tangan itu muncul dari belakang. Tidak pernah di duga-duga oleh Kiara. Kedua tangan itu kemudian mendekap tubuh Kiara dengan sangat hangat dan sebuah kata-kata melantun di telinga Kiara:
Aku sangat menyayangimu...
Itu saja. Itu yang membuat Kiara bisa bertahan. Dengan semua perlakuan Sony terhadap dirinya.

Suatu waktu, Kiara yang telah 3 jam lamanya menunggu kedatangan Sony di suatu titik temu, kemudian dibatalkan begitu saja oleh Sony. Belakangan Kiara tahu bahwa Sony membatalkan janji tersebut karena Ia pergi dengan teman-temannya. Pernah pula, Kiara meng-cancel semua janji hari tersebut karena Sony memintanya pergi bersama, namun dengan mudah Sony membatalkannya karena alasan ketiduran. Atau ketika, Kiara telah menolak niat baik Ayahnya yang ingin menjemput Kiara di Bandara, ketika Ia pulang dari Spanyol. Kala itu Ia sangat rindu kepada Sony, dan dengan mudah Sony menjawab.
"Hah? Memangnya ada yang janji mau jemput? Gua nggak ngerasa ah..."
Padahal, waktu dan tempat sudah disepakati mereka berdua. Akhirnya Supir Taksi yang terus diuntungkan setiap kali Sony menyakiti Kiara dengan janji-janjinya.

1 comment:

Anonymous said...

kasihan banget si Kiara ya :(