Monday, June 09, 2008

ITB Choir in Concert 2008

Aula Barat, 7 Juni 2008

Musica Dei Donum Optimi, Orlandus Lassus (1532-94). Sahut-sahutan Sopran, Alto dan Tenor membuka konser ITB Choir tahun ini dengan sangat manis. Pemilihan lagu yang sangat pintar. Lagu pembuka yang sangat brilian. Sekalipun yang menyanyikan lagu ini adalah hanya kelompok kecilnya saja (kelompok Madrigal) tetapi suara-suara yang diproduksi seluruh penyanyi berhasil memenuhi ruangan. Tidak hanya berhenti sampai di situ, suara tersebut berhasil membuai hati para penonton untuk terbuai termangu terdiam mendengarkan komposisi ini. Dengarkan dengan lebih seksama, maka akan terdengar overtone yang merupakan produksi suara tambahan dari campuran masing-masing suara. Tidak banyak paduan suara di Indonesia yang mampu memproduksi kecemerlangan berpadu suara seperti ini. Tidak dapat diragukan lagi, ITB Choir sudah jauh sangat berkembang. Paduan suara ini patut diacungi jempol atas perjuangannya. Alhasil, paduan suara ini terhitung paduan suara kelas atas di Indonesia.

Sayangnya kepiawaian paduan suara ini pada lagu pertama tidak diteruskan ke lagu selanjutnya. Faute d’Argent. Selain banyaknya keraguan dibeberapa titik, kualitas vokal pun tiba-tiba menurun. Lagu gubahan Josquin des Prez ini pun seperti luput dari penampilan yang mengesankan. Lagu ini berlalu begitu saja. Kelincahan yang merupakan kekuatan dari lagu ini sama sekali tidak nampak. Tempo yang dimainkan memang agak lambat tetapi bukan berarti kelincahan tersebut hilang. Yang terdengar adalah lagu ini menjadi sangat berat dan seperti terseret-seret. Bisa jadi. Mungkin lagu ini kurang digarap selama masa latihan.

Namun kekecewaan terhadap Madrigal terbalaskan dengan lagu Ihr Musici, Frisch auf! Kelincahan itu muncul. Jenis suara yang sama. Seluruh penyanyi yang sama. Dengan penuh keyakinan paduan suara ini mampu menyampaikan pesan Hans Leo Hassler (1564-1612) bagi seluruh insan musik dunia untuk kembali berkarya demi keindahan musik itu sendiri. Sang dirijen membungkuk memberi hormat. Mukanya garang penuh misteri. Seakan-akan dia berkata: “ini belum semua, masih banyak lagi”. Bravo!

Penyanyi-penyanyi yang lain berdatangan dari balik tirai. Satu-persatu menaiki panggung sampai akhirnya formasi penuh terbentuk di atas panggung. Seluruh penyanyi membuka buku partitur mereka seraya sang dirijen membuka tangan. Dari Madrigal PS ini beralih ke karya-karya Romantik. Brahms dan Mendelsson menjadi sasaran utama. Abendständchen (Evening Serenade) membuka karya-karya Romantik di konser kali ini. Ada mitos yang mengatakan, karya-karya pada zaman ini merupakan tantangan yang paling berat untuk dinyanyikan dibanding zaman-zaman yang lain. Terbukti. Tidak banyak PS yang mampu menangani lagu ini dengan baik. Secara musikal ITB Choir memang mampu menangani lagu ini, namun secara teknik, suara yang diproduksi PS ini terlalu terang. Untuk pribadi-pribadi pencinta Stutgart Kammerkoor, bisa saja, bukannya senang dengan penampilan ITB Choir malam itu, melainkan mengernyitkan dahi dan akhirnya mengambil kesimpulan: ITB Choir masih harus banyak belajar untuk musik-musik Romantik. Lagu ini secara musik memang tidak sulit, namun secara vokal, butuh waktu yang lama untuk menyanyikannya sesuai yang diinginkan.

Lagu kedua dari Johannes Brahms Darthulas Grabesgesang (Darthula’s Grave Song) sebenarnya mengalami nasib yang sama dengan lagu sebelumnya. Untung saja, komposisi dari lagu ini sangat romantik. Keseluruhan progress cord-nya membantu PS ini terdengar lebih romantik. Walaupun sebenarnya tetap saja, produksi suara dari penyanyi masih terlalu bright dan seolah-olah tidak menggambarkan suasana kelam dari lirik Johann Gottfried Herder (1744-1803).

Op. 59 Six lieder for mixed voices a cappella oleh Felix Mendelssohn, No.2 dan No.6 menutup sesi pertama konser ini. Fruhzeitiger Fruhling (Early Spring) dan Jaglied (Hunting Song) berhasil membalas kekecewaan penonton akan dua lagu sebelumnya. Kali ini ITB Choir menyanyikannya dengan sangat mantap. Penuh keyakinan. Kedua lagu ini membuktikan PS ITB memang patut diperhitungkan di PS kelas atas di Indonesia, bahkan PS amatir di dunia. Dengar saja, hampir seluruh detail dari lagu ini tertangani dengan baik. Tidak ada bagian yang terhilang dan tidak terdengar. Seluruh musik, pergerakan, dan kerapihan yang diinginkan dibuktikan dengan dada yang membusung oleh para penyanyi. Mereka berhasil mengalahkan kedua lagu ini.

Maka berakhirlah sesi pertama dan seluruh tamu serta undangan dipersilahkan beristirahat sejenak. Aku lebih memilih tinggal di dalam dan bercakap-cakap dengan alumni PSM ITB lainnya. Tentu saja gelak tawa tidak terhindarkan jika kelompok orang-orang tua itu sudah berkumpul. Kesusahan dunia nampaknya hilang sekejap jikalau sudah berkumpul. Sepertinya kami terhipnotis untuk berada di alam lain. Untuk sementara.

Sampai akhirnya suara MC, Diaz yang menuntun acara konser malam itu kembali terdengar. Ia memulai dengan salam, panggilan, pembacaan peraturan dan dilanjutkan dengan pembacaan lagu-lagu yang akan dinyanyikan di sesi kedua. Jelas sekali pada saat pembacaan lagu-lagu yang akan dinyanyikan terjadi kesalahan dari skenario yang diinginkan. Dari gesturnya terlihat kalau pembacaan judul yang pertama seharusnya merupakan tanda untuk masuknya para penyanyi. Apa yang terjadi? Semua orang nampak bertanya-tanya. Mereka belum siap untuk menyanyi. Mungkin mereka masih terbuai dengan tawa canda mereka dibalik panggung. Mungkin.

Apapun dugaannnya, terbukti! Mereka memang belum siap untuk bernyanyi. Apa yang terjadi. Felices Ter, lagu oleh Randall Thompson yang seharusnya menjadi salah satu lagu andalan untuk membuktikan kebolehan ITB Choir malah berbalik menjadi lagu kejatuhan. Sopran merusak semuanya. Mereka kembali kepada penyakit lama mereka. Sopran kembali bernyanyi dengan ceper dan seperti tercekik kecil dibagian leher. Hah?! Kaget setengah mati mendengarnya. Seluruh sesi pertama dihabiskan Sopran dengan sangat mempesona, kali ini mereka kembali ke teknik itu. Sangat disayangkan. Hal ini juga menular ke golongan suara lain. Membuat lagu ini seperti sedikit digarap. Bagian-bagian yang seharusnya tegas dan menjadi penanda lagu ini tidak terdengar sama sekali. Ah, nampaknya mereka hanya belum siap.

I Will Wade Out, till my thighs are steeped in burning flowers. Kekuatan lagu ini ada pada Sopran, Messo Sopran dan Alto kanonik di bagian awal. Pembuka lagu yang sangat brilian oleh Eric Whitacre. Sopran satu berhasil membuka lagu ini dengan baik, namun Messo Sopran dan Alto tidak berhasil mengimbangi kekuatan Sopran satu ini. Kanonik dari lagu ini gagal. Suara kanoniknya tidak terdengar. Satu atau dua baris di depan mungkin terdengar, tetapi suara itu tidak cukup kuat untuk sampai bahkan ke tengah ruangan saja. Untung saja Bass berhasil menyelamatkan lagu ini. Pada bagian selanjutnya dari lagu ini. Hampir 3 bagian dari lagu ini tidak jelas terdengar karena musik yang hilang. Selanjutnya kecuali bagian suara wanita kanonik, lagu ini cukup baik dinyanyikan. Bukan komposisi yang mudah untuk dinyanyikan memang.

Awalan yang sangat baik dari PS ini untuk lagu selanjutnya Hope, Faith, Life, Love. Lagu ini tidak putus dari lagu sebelumnya, tetapi kualitasnya sangat berbeda. Tiba-tiba overtone itu kembali terdengar. Bahkan sangat jelas terdengar. Nampaknya interval yang berdekatan dari lagu ini memperkuat bunyi overtone tersebut.

Hope… seperti tidak terlalu berharap. Tidak mengembang. Datar.
Faith… sangat indah mempesona
Life… komposisi yang luar biasa
Love… Harga ketukan terlalu pendek, namun bunyi yang dihasilkan luar biasa
Dream… misterius
Joy… Mengembang, terus mengembang, makin mengembang, terus, terus, sampai akhirnya voila! ITB Choir telah berhasil mengalahkan dirinya sendiri. Ia berhasil keluar dari kekurangannya. Terbukti. Penampilan live mereka luar biasa. Mereka berhasil mencapai puncak.
Truth… Aku hampir menangis mendengarnya. Tidak ada satu bunyipun yang cacat. Sempurna.
Soul… Sangat membuai. Begitu hangat. Hangat sampai di akhir lagu. Seharusnya aku berdiri untuk perjuangan mereka.


Congratulation!

Love is beautiful. Love is wonderful. Love is warm. Love is magnificent. ITB Choir berhasil mengatakan maksud ini dengan luar biasa. Amor de Mi Alma (You are the Love of my Soul) oleh Z. Randall Strope. Lagu yang paling aku tunggu-tunggu di konser kali ini. Penghayatan yang kuat dari masing-masing penyanyi. Nampaknya semua orang yang berdiri di atas sana pernah merasakan cinta. Mereka tahu persis apa yang sedang mereka nyanyikan.
Namun aku sedikit terganggu dengan teknik yang mereka pakai pada lagu ini. Terutama Tenor yang terdengar sangat Pop. Lagu ini memang terdengar seperti lagu Pop, tapi lagu ini jauh sekali dari teknik Pop. Malahan lagu ini harus dinyanyikan dengan bunyi yang sangat ringing dan kualitas tinggi. Jika tidak, keindahan lagu ini akan sangat jauh berkurang. Sangat-sangat berkurang. Keindahan cinta itu bisa tertutup kalau salah menyanyikan. Ah, tidak seharusnya para penyanyi menelantarkan teknik bernyanyi mereka. Aku sedikit kecewa. Aku ingin sekali mendengar keindahan lagu ini lewat suara yang indah, Live. Aku hanya dapat sedikit. Pula aku tidak suka dengan keputusan dirijen untuk memberikan penegasan di puncak lagu bagian akhir. Aku malah jadi tidak merasakan puncak lagu tersebut dengan dibegitukan.

Tiba-tiba formasi berubah. Sangat aneh. Semua orang melepas buku. Mereka sudah hapal. Sang dirijen, terlihat makin semangat, membawa dua orang keluar bersamanya. Selintas kupikir mereka adalah penari, ternyata salah. Mereka adalah pemain alat musik tambahan. Salah satunya adalah alat musik tabuh. Mereka akan menyanyikan lagu Tres Cantos Nativos dos Indios Krao.
Mereka semua memulai menjentik-jentikan jarinya.
Heran! Bukankah seharusnya mereka bernyanyi?
Beberapa dari mereka menepuk-nepuk kedua paha dengan telapak tangan mereka masing-masing bergantian. Satu-persatu mengikuti, satu-persatu sampai akhirnya mereka semua melakukan itu.
Hey sebentar! Bunyi apakah itu? Itu terdengar seperti bunyi hujan. Wah, luar biasa.
Tiba-tiba. Duaaarrrr!!!
Persis seperti bunyi guntur. Mereka berhasil membuat suara guntur dengan mengadukan kaki mereka ke panggung. Benar-benar luar biasa. Sangat mengagumkan. Itu pasti sangat sulit. Butuh banyak sekali detail. Mereka berhasil menaklukan hal tersebut. Bukan skala nasional untuk paduan suara seperti ini.

Mereka mulai bernyanyi. Nyanyiannya sangat aneh. Sama sekali tidak menggunakan teknik yang benar. Tapi tunggu. Bunyi khas itu keluar. Akhirnya. Setelah sekian lama menunggu, suara khas dari ITB Choir keluar. Itu dia suara khas mereka. Sangat khas. Wah, rindu mendengarnya. Terakhir mendengarnya saat The 3rd Choir Games di Xiamen, China.
Gerakan yang penyanyi lakukan sangat efektif. Cukup membantu komposisi lagu. Tidak berlebihan.

Karimatanu Kuicha. Ko Matsushita. Lagu-lagu dari komposer Jepang ini memang selalu sangat rumit. Tidak mudah untuk mengerti maksud musikal dari Matsushita. Butuh waktu cukup lama untuk mengerti bentuk lagu ini. Nampaknya waktu tersebut masih kurang cukup untuk ITB Choir. Ditambah suara yang terdengar kelelahan, lagu ini seperti tidak berbentuk. Aku pikir, ini adalah penempatan lagu yang buruk. Mungkin seharusnya lagu ini tidak berada di urutan ini, tapi aku juga tidak bisa memberikan saran sebaiknya di mana lagu ini ditempatkan. Pemandangan terdapat beberapa orang menggunakan buku dan yang lainnya tidak ternyata cukup mengganggu.

Jokpiniana No.1. Lagu komposisi oleh pianis terkenal dalam negri, Ananda Sukarlan. Liriknya diambil dari puisi Joko Pinurbo, ditempatkan sebagai lagu andalan pada konser kali ini. Sangat aneh. Suara PS ini kembali jernih, kembali dengan teknik yang benar. Sepertinya mereka sudah hapal bahkan bukaan rongga untuk suarapun sepertinya dihapal oleh masing-masing orang di atas panggung. Amazing! Suara mereka kembali prima. Lagu ini pun berhasil dikalahkan mereka. Kecepatannya sedikit diturunkan memang, tetapi musik yang dihasilkan masih tetap terbentuk dengan baik. Agak aneh penghabisan dari lagu ini. Sangat gantung.


Beberapa evaluasi yang bisa aku simpulkan mengenai konser ITB Choir tahun ini:

- Penggarapan lagu sangat mutakhir. Hampir semua dari musik lagu yang diinginkan terbentuk dengan baik. Efek-efek yang diinginkan dari lagu-lagu pun muncul dengan baik.

- Suara utama pada masing-masing bagian dari masing-masing komposisi jelas terdengar. Suara yang berfungsi hanya sebagai pengiring dan atau pemberi efekpun sadar porsi, sehingga lagu jelas terdengar dan musik terbentuk.

- Berbeda dengan konser sebelumnya yang didominasi oleh golongan suara Sopran, pada konser tahun ini, golongan suara yang lain mampu mengejar ketinggalan. Namun begitu golongan suara Tenor masih sering lepas kendali dalam bernyanyi dan golongan suara Alto hampir-hampir tidak mampu menunjukkan keindahan sepanjang konser.

- Hampir semua bunyi yang dihasilkan oleh PS ini mengikuti PS lain. Terang saja, PS ini banyak mendengar Mp3 untuk membantu penggarapan lagu. Namun, sangat disayangkan kalau hal tersebut malah menghilangkan ke-khas-an dari PS ini. Bunyi yang dihasilkan PS ini sangat menarik. Merdu dan khas. Sebaiknya hal tersebut yang dikembangkan untuk menjadi menonjol di dunia Internasional.

- Beberapa orang sudah mampu menunjukkan ekspresi dan gestur yang baik dalam bernyanyi. Namun masih ada juga yang sangat kaku. Sebaiknya diseimbangkan. Saling mengajari dan saling mendengar amatlah baik.

- Untuk ukuran PS lokal memang ITB Choir bisa dibilang excellent. Namun, mengingat target Grand Prix tahun depan tentu saja hal ini masih jauh dari yang diharapkan. Yang perlu dilakukan adalah terus bekerja keras. Masing-masing pribadi perlu menggali tentang Paduan Suara itu sendiri apa. Harus banyak mendengar musik-musik paduan suara dan berlatih tiap hari sendiri. Tidak boleh puas. Harus mulai mengukur diri dengan mantan-mantan juara yang lain. Apa yang mereka bisa ITB Choir harus mampu juga melakukannya. Satu tahun, aku yakin ITB Choir mampu melakukannya.

6 comments:

Anonymous said...

wah!
Teknik membahasnya keren, Sahat!
Bahasanya cukup runut dan mudah dimengerti.
Well, etlis 4 me...
Isinya adil memuji dan jujur mengkritisi.
Hehehe...
(^ ^')

Moga-moga masukannya bisa buat ITB Choir semakin melesat. Wih. Jadi semangat genee gw!

ITB Choir...emang bikin bangga!!
b( ^ ^ )d

Unknown said...

Akhirnya, ada juga yang comment ditulisan yang sebenarnya. Hehehe.

Iya. Nti kalo konser lagi sebelum berangkat. HARUS SANGAT MEMUKAU yah. Mesti nunjukin taringnya. Mesti membuat orang bergidik dengernya.

Anonymous said...

wah review-nya lengkap abis dan bagus! thank you lho.... gue jadi bisa rada2 ngebayangin....

Unknown said...

sahat@mer:

sama-sama lady... jangan lupa juga membayangkan Abby, Fu dan Michael ngumpul. Gila ngakak-ngakak abis deh kita dibuat mereka. Ampe sakit perut gara-gara mereka.

Bayangin aja, selesai lagu Tres Cantos, tiba-tiba Abby nyeletuk: LAGU DEMO BBM YA??

Pojok Hablay said...

reviewnya oke, gue mah gak akan bisa bikin kayak gini. hihihi. klo nonton kayaknya yang gue komentarin pengunjungnya. thanks ya...

Unknown said...

@ Melly:

Ok.