Monday, October 15, 2012

Naraioko

Alkisah di sebuah Negeri antah berantah, jauh di pedalaman Nirwana. Masa di mana sang Naga masih tertidur, dan Bumi masih bernafas dengan leluasa. Masa di mana segalanya memungkinkan. Bahkan sesuatu yang tidak pernah kita pikirkan.

Ketika itu kehidupan bukanlah sekedar mengejar kebahagiaan, melainkan kebahagiaan itu sendiri adalah kehidupan. Ketika itu mereka tidak perlu berbahasa tetapi pengertian ada di mana-mana. Bahkan, diam mampu membangkitkan kematian.

Ketika itu... setiap garis lurus adalah lurus dan bengkok adalah salah. Dan ketika salah berarti lenyap. Dan ketika itu, manusia adalah tidak berharga. Mereka hanyalah penghias kehidupan. Keberadaannya tidak terlalu penting. Sama persis dengan sepancar bintang kecil di langit yang sangat jauh, seperti cuping tambahan di telinga, atau hiasan kecil di jendela.

Ketika itu tidak banyak peraturan berlaku di sana, hanya naluri dan keinginan.

Naraioko: Aku tidak mengerti sebenarnya apa kesalahanku. Aku hanya ingin melakukan apa yang aku suka. Mengapa itu tidak boleh?
Buma: Engkau melawan alam. Kita hanya mahluk lemah. Alam dapat dengan mudah menghanguskanmu.
Naraioko: Hmm.. tidak bisa, aku akan tetap melakukan hal ini.
Buma: Sudahlah.. aku tahu kita memang harus terus bermimpi, tetapi apakah engkau yakin bahwa mimpimu itu akan membawa kebaikan di masa depan. Apakah engkau yakin bahwa itu bukan hanya egomu semata?
Naraioko: Engkau benar. Aku hanya ingin melihat dunia luar. Engkau tahu aku suka bertualang. Membantu spesies kita memang hanya kamuflase ku saja. Hmhh..

Ketika itu manusia memang mampu berpikir, tetapi alam terus memburu manusia. Bahkan, tanah, dinding-dinding gua, dan tumbuhan tidak bisa tidak untuk memangsa manusia.

Alam sudah terlalu benci kepada manusia. Masa itu, alam memburu manusia bukan karena lapar, tetapi suatu tindak pertahanan diri.



No comments: