Thursday, March 27, 2008

Ritme Berkendara

Percaya atau tidak berkendara itu memiliki ritme tersendiri. Dan hebatnya, ritme ini disepakati di seluruh dunia. Tanpa aturan tertulis atau pemberitahuan yang gamblang di televisi-televisi, tetapi semua orang (atau hampir semua orang) menganut ritme ini.

Ritme Berkendara menurut kamus besar Goresan-goresan Hari adalah suatu cara berkendara dengan memperhatikan kondisi trafik dan kendaraan lain di jalan raya yang menentukan pergerakan kita saat berkendara. Ritme bukan hanya berbicara mengenai kecepatan berkendara, melainkan ke semua aspek yang dipakai dalam berkendara. Contoh penggunaan ritme adalah saat dua kendaraan berpapasan. Ambil contoh motor dengan mobil. Hanya dengan mengenal ritme berkendaralah maka kita tahu siapa yang mempersilahkan lewat dan siapa yang dipersilahkan lewat. Percaya atau tidak, kita tidak perlu bercakap-cakap atau berteriak antar pengemudi untuk mempersilahkan siapa jalan duluan, kita hanya perlu mengenal ritmenya.

Sejauh yang saya perhatikan, ada beberapa ritme berkendara.


Ritme Cepat
Sesuai dengan namanya ritme ini memiliki kecepatan rata-rata > 40 km/jam di jalan umum. Beda hal dengan jalan tol atau pun kondisi jalan lengang. Cara berkendara seperti ini seperti orang tergesa-gesa. Analoginya bisa dibandingkan dengan orang yang sudah kebelet ingin ke kamar kecil. Biasanya pengendara seperti ini akan sangat menempel ketat kepada pengemudi di depannya. Dan bila ada kesempatan, sang pengemudi dengan ritme cepat ini akan secara tiba-tiba mendahului pengemudi di depannya (nyodok). Banyak alasan yang membuat seseorang terpaksa mengambil jenis ritme berkendara seperti ini, tapi ada juga beberapa orang yang menganggap ritme ini sebagai suatu kebanggaan dan meremehkan jenis ritme lain. Untuk orang-orang yang memiliki ritme macam ini dalam berkendara, sebaiknya kita lebih mengalah. Ritme ini memiliki resiko yang sangat tinggi baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Dalam batasan tertentu ritme jenis ini sangat tepat untuk mengejar waktu.
Ritme jenis ini lebih baik dipakai oleh kendaraan-kendaraan roda dua di jalan dengan kondiosi trafik normal. Kendaraan roda empat seyogyanya jangan mengambil ritme ini, karena bisa membahayakan orang lain.

Ritme Normal
Ritme ini adalah ritme yang dipakai hampir semua orang. Ritme seperti ini mampu membuat barisan antrian teratur rapih di jalan. Seyogyanya semua orang memakai ritme ini, namun pada kenyataannya semua orang memiliki kepentingan yang berbeda-beda, luang waktu yang berbeda-beda dan kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga tidak semua orang bisa menggunakan ritme ini. Ritme ini berciri-ciri pengambilan kecepatan yang bijak oleh pengendara, pergerakan yang tidak tiba-tiba oleh pengendara, dan pengamatan jalan yang hati-hati oleh pengendara serta pergerakan yang seragam dan mengikuti pergerakan kendaraan lain.
Di kota-kota besar seperti Jakarta ritme jenis ini sangat tergantung pada tingkat kedisiplinan warga. Ironisnya, tiap jenis kendaraan memiliki ritme normal yang berbeda. Misalnya motor dengan mobil memiliki ritme normal yang berbeda, hal ini mengakibatkan pengendara jenis kendaraan tertentu terganggu dengan pengendara jenis kendaraan lain.


Ritme Lambat
Pengendara dengan jenis ritme seperti ini adalah pengendara yang tidak terbatas dengan waktu. Atau sang pengemudi adalah orang yang tidak ingin mengambil resiko dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi selama berkendara. Ciri-ciri dari ritme ini adalah sang pengemudi akan memberikan jarak yang cukup besar dengan kendaraan yang di depannya, peluncuran kendaraan yang ekstra hati-hati, dan biasanya mempersilahkan kendaraan lain lewat terlebih dahulu.
Ritme berkendara jenis ini sangat cocok untuk pengemudi-pengemudi baru. Ritme lambat ini baik dipakai untuk mengenal ritme-ritme pengendara lainnya sehingga suatu saat pengemudi baru tersebut mampu mengikuti ritme orang kebanyakan.


Pada dasarnya peraturan-peraturan lalu lintas berdasar pada ritme berkendara ini. Hanya saja, ritme berkendara tidak bisa dituliskan dalam kata-kata. Ritme berkendara harus dirasakan dan harus dijalani sendiri. Jadi, selain mengenal peraturan-peraturan lalu lintas, sebaiknya kita juga mengenal ritme berkendara kita dan cepat-cepat mengidentifikasi ritme pengendara lain, sehingga kita mampu mengambil keputusan yang tepat saat menggerakan kendaraan kita.

Lagi pula, kita tidak ingin mengambil resiko untuk diri kita bukan saat berkendara? Atau pula untuk keluarga kita yang sedang kita bonceng.

Wednesday, March 26, 2008

Selamat Tinggal Musim Hujan

Musim hujan sepertinya sudah berlalu.

Untuk warga Tj. Priok, hal ini ditandai dengan mulai dibenahinya jalan-jalan umum. Kalau semasa musim hujan, jalan-jalan sekitar priok seperti kali yang kering, belakangan jalan-jalan umum tersebut mulai terlihat layaknya jalan.

Pembenahan jalan biasanya dilakukan di malam hari. Saat semua orang sedang tertidur, para pekerja itu, dengan alat-alat besarnya mulai menimbun jalan, mengolesnya dengan aspal dan akhirnya menggilas jalan tersebut hingga rata. Hmm, agak mirip dengan proses pembuatan kue saya rasa.

Kemacetan pun mulai berkurang. Memang, pada saat musim hujan seperti kemarin, susah juga untuk membenarkan jalan. Sebentar dibetulkan, pasti kemudian akan rusak lagi karena hujan. Maklum di Tj. Priok kendaraan yang melalui jalan adalah kendaraan-kendaraan sangat besar dengan beban sangat berat. Bukan cuma satu yah... tapi ratusan. Dan... frekuensinya tiap hari, tiap jam. Ngantri di jalanan persis kayak semut kalo diliat dari google earth.

Harapan gua sih, kali ini jalanannya dibenerin dengan seksama. Duit buat benerin jalan gak dikorupsi, jadi jalan yang dibangun emang berkualitas sangat tinggi. Kalo bisa pake beton berkualitas baja deh biar gak tiap hujan remuk bahkan hancur tuh jalan.

Yah, semoga saja sih.

Tuesday, March 25, 2008

Ketinggalan Kunci

Kemaren adalah untuk ke-100000000-an kalinya gua ketinggalan kunci di motor. Gak tau sering banget kejadian ini menimpa gua. Tapi anehnya, gua ketinggalan motor cuma di satu parkiran. Yakni parkiran kantor. Kebetulan ruangan gua ama parkiran motor emang cuma berjarak 10 meter.

Biasanya gua tuh gak sadar banget kalo gua ketinggalan kunci. Tiba-tiba Pak Marno (penjaga gedung), atau Salah seorang Satpam tiba-tiba mendatangi gua sambil nanya: "Pak, ini kunci Bapak yah?". Gua cuma bisa senyum dikit sambil bilang: "Sial, ketinggalan lagi".

Gua gak pernah ketinggalan kunci di Mall, di rumah sendiri juga gak pernah, di tempat lain gak pernah ada ceritanya gua meninggalkan kunci menggantung tepat di starter motor gua, kecuali di Kantor ini. Gua heran, kenapa bisa begitu yah...

Setelah gua pikir-pikir, mungkin ada satu alasan gua sering ketinggalan kunci, yakni gua ngerasa kalo parkiran kantor adalah parkiran paling aman sedunia. Orang-orangnya saling mengenal dan penjagaannya ketat. Awal-awal gua masih inget kalo gua ketinggalan kunci, sekarang gua udah tenang aja, soalnya belakangan kalo gua ketinggalan kunci, para Satpam dan Penjaga Gedung, dengan setia akan terus membawakannya kepada gua. Hihihihi. Seharusnya gua bawa oleh-oleh deh kayaknya buat mereka setiap gua ke luar kota. Mereka sudah sangat berjasa menjaga keamanan motor gua.

Tapi waktu gua coba bayangkan, kalau suatu waktu kunci itu memang benar-benar hilang. Kalau suatu hari kunci itu tidak ada dan Pak Satpam maupun Pak Penjaga Gedung tidak menghantarkannya padaku. Wadoh, gua bisa membayangkan kepanikan besar saat itu. Hmmmh... Mungkin sebaiknya gua lebih menghargai si kunci itu dari sekarang dari pada nanti setelah hilang.

Kunci, kunci...

Monday, March 24, 2008

Ulaon Na Badia

Ulaon Na Badia (Batak language) or known as Lord’s Supper is one of two sacraments in Christian Church. The other one is Baptism. The Lord’s Supper is an action to reunite with Christ him self, by memorizing his flesh and blood that was slain at the cross. In this moment we are given a piece of bread an a cup of wine, symbol of Christ flesh and blood, that we’ll eat and drink so we can be one with Christ in mind and soul through the Holy Spirit.

In Lutheran Church, this sacrament only held few in a year. It will be held only in Good Friday, and Christmas. Different with other liturgist church which can held Lord’s Supper once a month. So, it’s kind of special to have the Supper in Lutheran Church. HKBP, my church, is one of Lutheran liturgist Church.

Today, like previous Good Friday, I attend the Supper. This year actually not so much different with many suppers before, it’s just year by year I become more realize how stinky I am and how dirty I am. Time by time all my pride that I am a good person cut off and become extinct, and I am pleasure this way. With this kind of feeling I could really understand what grace is and how much the value of cross sacrifice. By now, I could not merely judge my brothers and sisters all around the world anymore, cause I know, every body has sins. What I believe is, we all struggle to be a good person here, to away from sin as best as we could, and that’s why, in spite of judging others guilty I prefer help others to walk in the good and truth.

That was I, facing Jesus, of course not physically face by face, but spiritually I feel Him there with me. I face Him with all my dirtiness and all the guilty feelings of sins, I face Him spiritually the God it self in front of me. I face Him like a slave since I feel so guilty with so many dark secret of me, that only I and He knows. It was wrong; I should come to him as His son, as I also work as son for Him; just like a son work for the company of his fathers, with all that passion and eagerness to make the Kingdom better and greater.

But honestly, I came like a slave this morning. I just face Him for forgiveness. I know my sins were covered by His blood, but yes I admitted I did sins each day of my life, and that is the time when I helplessly ask Him for forgiveness, as I hurt Him so badly these lately days. God forgive me…

I like being there, The Lord’s Supper. As I can face Him all by my self, even though so much people around and two priests walking tick-tock serves the church. I feel so private with Him in every Supper. I thank God for keep making special moments with Him every day of my life.

Thursday, March 13, 2008

Gondang

Gondang is a traditional percussion of Bataknese, North Sumatra, Indonesia. It is made from leather together with special wood and rope. This percussion was used to be use to call ancestor's spirits. If Gondang is hit, one of the elder will be possessed and he/she will talk strangely, thus the spirit give answer to the questions needed.



Nowadays, since Christian has been already the basic religion of Batak people, most of cultural motivations were changed. One of them is the motivation to use Gondang. If previously Gondang is used to call ancestor's spirits, now Gondang simply used to cheer up the ethnic wedding, parties, or else's.

Me, my self, I didn't really like Batak music. It's just so weird for me. Until I listen to this one.

Through this music I could found the essential rhythm of Batak People. Listen carefully, and I bet you will move your foot up and down. Listen again, and I bet you want to dance within this music, or at least you will shake your body. I believe Tor-tor (Traditional dance of Batak) is born from this music. They are very suitable: Gondang and Tor-tor. The choreography is simple, but quite enough to relax your mind and feeling.

Listen to Saluang (traditional flute) tone, it's just so mellow, soft, kind, a little bit sad; I'm sure this also express personality of Batak People. Listen also to the Banjo (traditional small guitar) and Wood Gondang, it's so agile; from this I know Batak People like party.

The music it self is not to complicated. The chord progression is simple, and the maneuver is less, but still it makes us not bored to listen to it. The emotion is less and steady. It also describe men in Batak, they all like that, prefer small emotion feeling rather than full emotion.

Something I don't like is every time I hear Gondang play live. They play so noisy. The quality of tones were not the main point, the bigger volume the better. I don't like it. I prefer like this, good tone quality, agile and harmonized altogether.

Wednesday, March 05, 2008

Bayangkan

Bayangkan jikalau tiba-tiba, saat ini, saat engkau bermain dengan facebook, menulis blog, membaca email, menatap laptop-mu dan berlari kesana-sini di dunia maya, tiba-tiba sekelompok orang berjaket hitam, beberapa dari mereka berseragam coklat dan menggunakan topi coklat dan dipinggang mereka tergantung senjata api khas lengkap dengan sarungnya.

Bayangkan, kalau tiba-tiba tangan anda ditekuk kebelakang dan sepasang baja melingkar di kedua pergelangan anda tersebut, dan anda dipaksa menunduk hingga muka anda menempel ke tanah, dan anda bahkan tidak percaya itu terjadi namun mereka sudah berteriak-teriak untuk anda tidak melawan. Dan kemudian anda dibawa ke luar dari ruangan, selangkah demi selangkah, anda berusaha mempertanyakan apa yang terjadi namun pria berjaket hitam maupun berseragam menolak menjawab dan tetap memaksa anda jalan menuruni tangga keluar dari gedung. Anda bahkan tidak sempat menukar ID anda yang anda tukarkan di pos satpam tadi pagi.

Kalau ini salah satu adegan di film, mungkin akan mudah dibayangkan. Tapi bayangkan kalau hal itu benar-benar terjadi pada anda. Sekarang. Saat ini juga.

Bayangkan jikalau semua bukti mengacu pada anda. Sidik jari di tubuh korban, sidik jari di senjata yang tertinggal di ruangan yang sama, tiket pesawat Surabaya-Jakarta-Surabaya di tas anda yang hanya berselang 2 jam. Darah di kemeja anda dan celana jeans yang anda pakai. Tapi semua tanpa saksi.

Kejadian itu kan di Jakarta? Saya sedang di Surabaya, saya sedang bekerja. Mana mungkin saya buang-buang duit segitu banyak untuk kembali ke Jakarta hanya 2 jam lamanya? Ngapain juga sih gua ke Jakarta? Namun anda kembali bertanya: Tapi koq ada tiket pesawat pulang pergi di tas gua? Terus koq kemeja ama jeans gua yang di kos-an bisa ada darahnya yah? Apa gua gak sadar tadi malem pulang ke Jakarta, terus bunuh orang, terus balik lagi ke Surabaya, terus gua ganti baju terus gua tidur lagi gitu? Lagian siapa juga sih tuh cewek kenal juga nggak? Gua dituduh memutilasi lagi? Udah gila nih orang-orang. Udah lah, gua kan gak salah, bentar lagi keluarga gua dateng terus membela gua. Semuanya akan beres. Yah, anggep ajalah ini bakal jadi cerita gua di blog. Lumayan kan, bakal rame nih orang-orang ngunjungin blog gua gara-gara kisah nyata ini.

Bayangkan juga, tiba-tiba palu diketuk tiga kali dan laki-laki berjubah hitam itu, yang duduk ditengah-tengah orang-orang dipodium mengatakan anda dihukum seumur hidup di penjara. What! Gua kan gak bersalah. Gila! Apa-apaan ini? Maksud loe?! Gila apa! Dan kemudian anda teringat dengan keluarga anda, teman-teman anda, janji-janji anda, kehidupan anda, pekerjaan anda, latihan piano anda, semuanya, anda teringat dengan itu semua, dan-masih dengan rasa tidak bersalah-anda dipaksa meninggalkan semua itu.

Apa semuanya udah gila?! Gua gak bersalah?! Si dodol, gua tuh di Surabaya waktu itu, gak mungkin gua bunuh di Jakarta. Jam segitu tuh gua lagi tidur. Gila nih orang?! Gua gak bersalah goblok, salah nangkep ini. Gimana gua membuktikannya kalo gua gak bersalah. Aduh, sia teh goblog siah... anda salah tangkap ini Pak'. Aduh gimana ini.

Tuesday, March 04, 2008

Sabar

Kalau sabar itu biner, kalau sabar itu semudah nyalain lampu dengan saklar on/off, pasti akan lebih mudah menjalaninya. Misalnya nih ya, ada saklar sabar/non sabar di jidat kita, dan setiap kali kita ketemu kondisi yang ngeselin atau buat marah kita tinggal pencet aja tuh saklar dan tiba-tiba kita jadi orang sabar, mungkin akan lebih enak itu ceritanya. Pastinya akan lebih mudah ngejalaninya kalau begitu mah.

Tapi sayangnya sabar nggak begitu. Sabar itu nampaknya merupakan perjalanan panjang seseorang, yang perlahan-lahan berubah dari orang yang kurang sabar menjadi sabar. Gua gak tau juga sih sebenernya ada gak sih skala kesabaran itu. Yang pasti kalau gua mengasihi seseorang biasanya gua jauh lebih sabar menghadapi orang itu dari pada orang yang dari awal ketemu juga gua udah ill-feel.

Sebenernya susah gak sih jadi orang sabar?

Sampai malam kemarin sih rasanya susah buat gua. Tapi secara gua mendapat wahyu pribadi malam itu, gua jadi mengerti sekarang gimana caranya membuat diri lebih sabar.

Mau tahu caranya?

Caranya tidak lain dan tidak bukan adalah dengan membiasakan diri menderita. Inilah kesalahan manusia pada umumnya. Kita selalu ingin mudah, selalu ingin enak dan selalu ingin untung, tidak mau dirugikan. Pada dasarnya kehidupan pasti tidak selalu enak dan untung. Suatu saat pasti ada masa-masa yang tidak enak.

Inilah kuncinya: kita harus bisa menikmati suasana ataupun kondisi tidak enak itu. Kita harus membiasakan diri tidak enak. Maka kita akan mampu bersabar.

Manusia zaman sekarang tuh yah... (termasuk gua) maunya yang instan aja. Maunya enak aja. Kalo bisa enak, kenapa mesti susah? Kira-kira begitu kali prinsip hidup kita yang baik-baik disimpan dalam benak kita. Dan nurut gua itu kurang benar. Kita harus mampu menghadapi semua jenis keadaan.

Kalau keadaan enak: Bersyukur
Kalau keadaan kurang enak: Bersukacita

Prinsip ini emang gak mudah cuy! Tapi ini memang satu-satunya cara supaya kita lebih bersabar. Apapun kondisinya mesti menikmati, maka kita akan mampu bersabar.

Jadi sabar ya...