Wednesday, September 02, 2009

Gempa, Jakarta 2 September 2009, 7,3 Skala Richter

Ah.. tidak mungkin. Mana mungkin gedung ini rubuh karena gempa. Pikirku dalam hati. Tetapi aku pun memilih ikut berdoa saat itu. Aku memanggil nama Tuhanku sambil menuruni tangga-tangga Menara BDN, Thamrin, Jakarta. Berlari menuruni tangga bersama dengan seluruh pengunjung dan pekerja gedung tersebut.

Pukul 14:55 siang memang aku sedang berada di gedung itu. Tepatnya di lantai 26, lantai teratas gedung tersebut. Aku berada di sana sejak pukul 9-an, kebetulan memang ada pekerjaan kantor yang harus aku kerjakan di sana. Tidak ada tanda-tanda gempa sebelumnya. Tidak ada peringatan ataupun yang lainnya.

Saat itu aku sedang berdiri dari kursiku. Hmm.. aku tidak dapat mengingat kenapa aku berdiri. Kalau tidak salah aku hendak ke kamar kecil. Pada saat itulah goncangan itu terasa begitu kuat. Aku terhuyung-huyung ke sana ke mari. Dan sesaat kemudian aku sadar bahwa itu adalah gempa. Langsung teringat di benakku cerita seorang teman, Ade Rizky yang sehari-harinya memang Ia bekerja di lantai 26 gedung BDN tersebut. Ia pernah bercerita bahwa pada suatu saat terasa gempa di BDN, Ia tidak bisa berkata apa-apa. Gelas-gelas bergemeretak dan Ia hanya bisa berdoa. Kalaupun memang sudah waktunya, ya berarti itu adalah waktunya. Mengingat hal itu, tidak percaya kalau aku bisa merasakannya sendiri.

Saat itu aku bimbang antara tetap berada di tempat dan menunggu gempa usai, atau aku memilih ikut berhamburan keluar dan menyelamatkan diri. Sejujurnya, aku tidak bisa berpikir jernih dalam keadaan tersebut. Kemudian aku mendengar suara beberapa orang wanita berteriak-teriak memanggil nama Tuhannya. Aku kemudian mengambil 2 unit ponsel-ku dan kemudian aku berlari ke luar. Saat itu rasionalismeku tidak berjalan. Aku hanya mengikuti orang banyak.

Aku keluar berhamburan ke tangga bersama orang-orang banyak dan mulai menuruni anak tangga. Sambil terhuyung-huyung kami berusaha menuruni anak-anak tangga. Sampai dengan lantai 23 gempa belum berhenti. Semua orang makin panik. Kemudian aku mendengar beberapa orang nyebut. Dalam pikiranku, ah mana mungkin gedung ini runtuh. Masak sih gedung ini runtuh karena gempa. Bagaimana juga yah kalau gedung ini runtuh karena gempa? Dan dalam kondisi seperti itu aku berkata dalam hatiku:

"Ya Tuhan..."

Sampai dengan lantai 19 gempa belum juga berhenti. Beberapa sudah merasa kecapaian dan mengurangi kecepatan turunnya. Kami masih terhuyung-huyung. Sambil terhuyung-huyung, samar aku mendengar beberapa percakapan:

"Mbak ke pos Satpam aja yah, di luar. Ajak Ade sama Murni ke sana! Jangan di dalam rumah, bahaya!!". Seorang Ibu nampaknya menelpon pembantunya di rumah karena Ia mencemaskan anak-anaknya. Ia memerintahkan mereka untuk keluar rumah.

"Kamu di mana? Aku udah di tangga nih". Nampaknya sepasang kekasih, atau mungkin suami-istri sedang saling mencari dan menanyakan kabar. Aku yakin mereka bekerja di gedung yang sama.

"Oi.. ngerasain gempa gak loe!! Gua lagi di tangga turun nih." Seorang pria nampaknya menelpon sahabatnya di pihak sebelah sana. Pria ini menuruni tangga dengan lebih gontai. Sudah di lantai 12A dan gempa tidak lagi terasa.

Kemudian aku melihat seorang wanita sedang hamil tua berusaha menuruni tangga. Satu demi satu, sangat perlahan. Hmm.. ingin rasanya menolong, tapi entah apa yang bisa aku lakukan. Tidak tahu, saat itu aku memilih berlalu.

Kemudian aku terinspirasi, sambil menuruni tangga, aku meng-sms orang-orang terkasihku. Beberapa sms aku kirimkan ke sahabat-sahabatku yang berdomisili di Jakarta, sedikit menceritakan kisahku sambil tersirat menanyakan keadaan mereka. Begitu aku sudah berada di luar gedung aku menelpon keluargaku di rumah, dan meminta mereka menyalakan televisi. Aku memberikan peringatan kepada mereka, kalau-kalau akan ada bahaya Tsunami. Kebetulan yang mengangkat telepon adalah ibuku:

"Nyalain tivi ma'. Cek ada peringatan Tsunami gak. Kalau ada, biar langsung naik Taksi pergi ke arah Selatan Jakarta."

Beberapa saat kemudian aku menerima telpon dari rekanku yang mengabari bahwa pusat gempa berada di sebelah selatan pulau Jawa. Hmmm.. sedikit aku bernafas lega karena Jakarta Utara akan aman dari potensi Tsunami.

Saat di bawah dan di luar. Aku memandang ke atas gedung untuk memeriksa apakah gedung baik-baik saja. Kemudian aku mulai bertemu dengan rekan-rekanku yang lain dan kami mulai lagi bersenda gurau.

Hmm... pengalaman yang unik hari ini. Mengingatkan aku untuk selalu mengingat orang-orang terkasih dan memastikan mereka baik-baik saja.

No comments: