Talisayan, September 2005
Sang Ibu: Iya Oom.. kapan jadinya Om, itu BTS-nya. Kita kan udah gak sabar Om. Nih liat, kita udah beli henpon segala Om.
Untuk ukuran pembicaraan jarak dekat, ibu ini menurut gua memakai frekuensi terlalu tinggi dan desibel terlalu besar. Pengang kuping gua denger dia ngomong. Sang Ibu adalah seorang pengusaha, tepatnya pedagang di desa itu. Desa itu bernama Talisayan. Sekitar 6 Jam dari kota terdekat Berau. Jalan ke kota itu bukanlah jalan yang mulus. Hujan sedikit, mobil yang lewat harus bertempur dengan Lumpur. Kalau mahir, kita bisa lewat, namun kalau masih awam, kita bisa terjebak di Lumpur tersebut. Dorong-mendorong merupakan usaha terakhir untuk menyelamatkan nyawa. Kalo mendorong gak berhasil juga, malah terjebak makin dalam rodanya, yah sudah pasti harus menumpang kendaraan lain yang lewat. Tetapi kalau malam hari, silahkan saja menikmati pemandangan cakrawala malam Kalimantan yang hebat. Semoga aja gak di datengin binatang buas hutan. Belom lagi serangan nyamuk hutan yang alat penghisapnya segede jarum pentul.
Gua: Iya Bu. Sabar aja. Katanya sih 2 minggu lagi.
Gua juga gak tau tepatnya kapan BTS Indosat itu akan mulai beroperasi di Talisayan itu. Gua di situ hanya mengerjakan bagian tranmisinya saja. Kebetulan waktu itu gua bekerja di PT Compact Microwave Indonesia, perusahaan vendor lokal spesialis menangani VSAT (very small aperture antenna).
Sang Ibu: Iya Om, soalnya kita kalo belanja susah. Mesti pergi dulu ke kota. Itu aja udah 4 jam. Abis itu belanja. Baru balik lagi 4 jam. Aduh jauh banget deh Om. Kalo udah ada HP kan tinggal SMS, terus barang dikirim deh. Bayarnya di sini Om.
Bener juga sih yang dia bilang. Efektivitas dan Efisiensi akan meningkat jauh kalau ada komunikasi yang lancer. Herannya, belum ada satu BTS dari operator manapun yang bertengger di desa itu. Padahal, cukup banyak juga pelanggan yang bisa di-cover didaerah itu.
Hmm… setiap saat gua mengingat percakapan dengan Ibu itu, motivasi gua sebagai praktisi telekomunikasi kembali disegarkan. Setidaknya gua sadar, apapun yang gua kerjakan berjasa untuk orang lain. Berjasa juga untuk perekonomian negara. Berjasa juga untuk Devisa Negara.
Bayangkan saja, dengan gua mengerjakan pekerjaan gua sehari-hari:
Ada seorang Ibu yang tertolong untuk memesan belanjaannya.
Ada seorang Ayah yang bisa menelpon putrinya yang berumur 2 tahun, hanya untuk mendengar suaranya sekalipun putrinya belum lancar berbahasa, kar'na sang Ayah sedang berada di luar kota.
Ada, mungkin, seorang kekasih yang ingin sekali bertemu dengan pujaan hatinya, namun apa daya, Ia harus mengemban tanggung jawabnya.
Apa lagi…
Mungkin, ada seseorang yang sudah sangat kesakitan, Ia berhasil menelpon seorang teman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.
Ada seseorang di luar sana, yang merasa sangat sendiri, tersembunyi dibalik semua kehidupan orang lain, kemudian Ia mulai meng-sms seorang temannya, dan Ia mendapat respon untuk sekedar berbalas SMS; dan racun itu tidak jadi Ia minum.
Atau seorang anak perempuan yang sedang bertengkar dengan Ibunya. Kemudian mereka saling menelpon dan akhirnya berdamai dan kembali mulai menggosipkan semuanya.
Dan, atau masih banyak lagi sebenarnya yang ternyata sangat membantu orang lain.
Hmm… sebenarnya apa motivasi bekerja kita? Apakah kita kembali tiap hari ke kantor untuk sekedar mendapat upah? Memang tidak salah. Apalagi untuk menghidupi anak dan istri. Sama sekali tidak salah. Namun, jikalau menurut saya, jikalau kita bekerja hanya sebagai mesin pencari uang, tentunya akan beda semangatnya dengan saat kita bekerja untuk kemanusiaan.
Sumbangsih kita untuk kemanusiaan…
Sebenarnya itulah yang diharapkan pencipta kepada insan ciptaanya. Motivasi di belakang semua yang kita lakukan. Itulah yang sebenarnya menjadi masalah. Bahkan anak dan istri pun tentu bersemangat jikalau kita bekerja untuk kemanusiaan. Mereka dengan sendirinya akan terdidik, dan kalaupun itu hanya sekedar memasak, sang Istri pun melakukannya dengan rela hati untuk alas an kemanusiaan.
Masalahnya, kadang motivasi itu hilang. Kadang kita terlupa. Tidak apa, tidak masalah. Hanya, menjadi peka lah! Misalnya terhadap tulisan ini. Setiap saat ada kesempatan untuk diingatkan akan motivasi dasar kita, segera sadari kembali dan bersemangat kembali. Setiap orang pasti pernah jenuh. Tetapi orang yang berkualitas tinggi adalah orang yang berhasil keluar dari kejenuhan dan mengalahkannya.
Siapapun kita, mungkin ada baiknya kita berpikir sejenak. Memejamkan mata sesaat dan mulai bertanya:
Apa motivasi saya melakukan semua ini? Apa?
Dan setiap saat kita menemui jawabannya. Mari kembali bersemangat melakukan pekerjaan kita masing-masing. Bagian kita masing-masing. Untuk kehidupan yang lebih baik.
5 comments:
whehe...Talisayan neh....mending masang VSAT di BTS daripada survey buat masang repeater radio HT di perbatasan :D
Gua suka keduanya koq 'Ya.
Nginget-nya sih suka. Tapi, ngejalaninnya sih ogah.
Hahahahahaha.
Hahahaha klo suka untuk bernostalgia ada tuh MGw di pontianak, loe mau kesana ga?? kekekekeke
Hmm, pernah juga ngalamin animo yg besar dari masyarakat, ketika sebuah operator melebarkan "sayapnya" ke daerah baru.
Rata2 yg mereka harapkan adalah kualitas bagus dengan harga murah.. hmm, benar2 Indonesia banggetzz. Mana ada operator baru bisa langsung "punya" kualitas bagus. Secara network mereka belum optimized (eh, tapi kalo dilihat dari jumlah subscriber emang bener sih, kan belon banyak .. jadi masih lempeng gitu)
Operator mana nih Mas?
Post a Comment