Peristiwa penusukan anggota Majelis HKBP Ciketing dan penganiayaan Pendeta yang baru-baru ini terjadi, sedikit banyak telah mengusik diri gua.
Here's the point:
Setinggi-tinggi apapun gua sekolah, sebijak apapun gua mencoba menahan diri, tetap saja jiwa bestiality gua keluar.
Sebenarnya tulisan berikut sih, tidak membahas mengenai penusukan dan penganiayaan tersebut, tetapi lebih kepada penguasaan diri dan hakikat dari seorang manusia itu sendiri (berat benerrr nih tulisan).
Faktanya, dalam diri seseorang tersebut sebenarnya terpendam suatu nilai-nilai ideologis yang mengakar begitu dalam, sehingga sedikit saja nilai-nilai ideologis itu terusik, langsung! seolah-olah membangunkan seekor Singa.
Kadang gua berpikir, pikiran manusia itu kan sebenarnya sangat fleksibel yah, bisa seluas jagat raya, bisa mengecil seperti titik berwarna hitam. Bagaimana kalau sisi nilai-nilai ideologis tersebut secara berkala dan teratur diusik, dengan penambahan intensitas pada metode peng-usik-an tersebut. Niscaya, hal tersebut akan dianggap biasa dan normal oleh manusia itu sendiri. Perlahan, dan tidak sadar.
Artinya, dalam suatu kondisi lingkungan yang biasa mengusik nilai-nilai ideologis tersebut, respon dari seseorang tidak akan menjadi sangat ekstrim, sementara pada kondisi lingkungan yang biasanya tenang (minim pengusikan) hampir dipastikan terdapat lompatan respon yang ekstrim.
Di negara-negara barat, dengan budaya yang ceplas-ceplos, nampaknya masalah pengusikan ini sering terjadi. Tentunya untuk hal hakiki masing-masing personal yang berbeda-beda. Mungkin Agama, mungkin juga keluarga, mungkin ideologi, dsb. Nah, karena keseringan tersebut, sehingga respon pengusikan-pengusikan yang lain tidak terlalu ekstrim. Sementara di negara-negara yang sarat dengan sopan santun, pengusikan malah membawa kepada respon ekstrim "kiamat kecil".
Kesimpulannya, pengusikan terhadap diri ideologis dan kenyamanan seseorang, sebenarnya perlu dilakukan. Dalam kadar dan ukuran yang tepat. Menjaga-jaga, sehingga tidak terjadi ledakan ekstrim dalam diri seseorang tersebut. Hal ini juga akan membawa seseorang menjadi lebih down to earth.
Bagaimana dengan pengusikan kelompok orang dalam skala yang lebih besar? Tentunya, pengusikan juga harus dilakukan kepada kelompok tersebut. Namun, tentunya harus disertai dengan kesadaran bersama, bahwa pengusikan tersebut berakhir pada efek yang lebih baik. Sebagai contoh misalnya "kritik" pada suatu anggota tertentu. Tidak ada masalah dengan melayangkan kritik. Saya pikir, kritik adalah salah satu bentuk pengusikan yang dapat diterima oleh semua orang.
No comments:
Post a Comment