Pukul 22:41 WIB, gua dikejutkan dengan teriakan tetangga depan rumah yang sangat keras. Beliau tidak hanya berteriak sangat keras, tapi juga menggoyang-goyangkan pagar besi rumah kami, sehingga memproduksi suara besi yang cukup nyaring. Secara, kamar gua paling depan, gua orang pertama yang langsung lompat dan keluar rumah.
Gua masih inget teriakan Opung-sebutan yang kami biasa panggil untuk tetangga depan rumah-itu. Kira-kira gini teriakannya sambil menggoyang-goyangkan pagar:
"Oma ni Evi, dungo ma Ho... nga kebakaran ison!!!"
Opung itu menggunakan bahasa Batak, dan gua emang cukup mengerti untuk langsung melompat dari tempat tidur, membuka pintu kamar, dan langsung diikuti oleh Nyokap & Inang Uda-yang kebetulan ada di rumah-dari kamar sebelah.
Gua langsung membuka pintu utama rumah, berikut gembok di pagar yang malam itu sudah terkunci rapat. Gua langsung meraih Handphone dan dengan bodohnya gua men-dial nomor:
021-107
maksud hati ingin menanyakan nomor pemadam kebakaran Jakarta Utara.
Gua menengok sedikit ke arah orang-orang menengok. Gua melihat kepulan asap hitam di malam hari. Tidak terlalu kentara. Belum terlalu besar, namun berpotensi untuk menjadi besar. Gua membangunkan abang & kakak gua-pengantin baru; dan gua tetap mendial nomor yang sama, tapi tetap tu-la-lit.
Gua bergerak agak maju untuk melihat seberapa besar api, dan ternyata jaraknya dari rumah gua hanya 20 meter jauhnya. Sekali hembusan angin, maka sekitar setengah jam kemudian mesti giliran rumah gua yang dilahap api.
Gua mundur sedikit ke rumah, dengan tetap mendial nomor yang salah 021-107, dan tetap tidak ada jawaban. Gua mulai berpikir untuk menyelamatkan barang-barang. Semua orang sudah melakukannya saat itu. Semua orang berhamburan ke luar. Motor-motor mulai bergerak menjauh. Begitu juga gerobak-gerobak yang penuh barang mulai bergerak menjauhi api. Maak, panik banget malam itu. Gua mencoba berpikir, barang-barang apa yang harus gua selamatkan, tapi gak bisa. Sementara tangan gua masih memijit nomor yang salah, dan gak dijawab-jawab.
Rumah yang terbakar itu di samping jalan raya persis. Di samping kirinya adalah rumah besar yang sudah berdinding batu. Pula dibelakang rumah itu adalah rumah besar yang sudah berdinding batu. Kedua rumah besar itu mengapit rumah yang terbakar itu, dan karena posisinya lebih tinggi maka kedua rumah itu berhasil menahan api untuk meluas. Api seperti terkungkung di antara rumah-rumah besar itu. Untuk sampai ke rumah gua, api mesti melewati ke dua rumah besar itu. Setelah itu, dipastikan rumah-rumah sekitar akan binasa juga terlahap api. Rumah-rumah di sekitar rumah besar itu rata-rata masih terbuat dari kayu. Tentu saja itu akan menjadi santapan lahap bagi sang api.
Melihat itu, hatiku sedikit tenang. Pikirku, masih ada waktu untuk para pemuda lingkungan itu untuk menyelamatkan rumah-rumah itu dari kebakaran besar, setidaknya sebagai tindak penyelamatan untuk rumahnya sendiri. Aku melihat banyak sekali orang sudah mengambil bagian untuk menyelamatkan api membesar. Gua langsung berpikir, bagian apa yang bisa gua ambil, dan ide yang keluar dari kepala gua adalah berhasil menelpon pemadam secepat mungkin.
Saat itulah gua sadar gua menekan nomor yang salah.
Nomor informasi itu harusnya 021-108 bukan 021-107. Itu bukti. Gua udah terlalu panik malam itu. Gua mencoba menekan nomor itu 021-108, nada tunggu, dan gua melihat dari kejauhan sekitar 20 meter, seorang pemuda gagah perkasa, terlihat siluet sebelum api, naik ke atap yang tinggi dan berusaha memadamkan api. Otomatis tangan gua langsung menekan tombol cancel dan tercengang dengan keberanian "siapapun dia" yang berada di atap itu. Seems no and never chance i'll be like that. Keren abis. Dan gua mulai mencoba menekan lagi nomor informasi.
Tiba-tiba suara sirine pemadam kebakaran berbunyi. Wow, ternyata ada yang lebih cepat berinisiatif dari gua. Iyalah gua mah panikan. Bukannya gua menganggap bunyi sirine itu sebagai suatu kebebasan, gua malah menganggap bunyi itu adalah kegagalan gua untuk membantu masyarakat memadamkan api. Cepat juga para pemadam itu datang. Belum ada 5 menit dan mereka langsung datang dan mengambil tindakan untuk kebakaran ini. Wow. Fantastic.
Ngerasa gagal, gua tetap menekan 021-108, berupaya agar pemadam kebakaran merasa diganggu terus dan mengirimkan tim besar bukannya tim kecil. Akhirnya gua mendapatkan nomor pemadam Jakarta Utara dari operator. Gua coba dial dan tidak berhasil-berhasil. Sambil melihat sana-sini gua coba menelpon, dan selalu tu-la-lit. Kesal, gua coba tanya lagi ke 021-108, operator yang berbeda memberikan nomor yang sama, dan gua langsung minta nomor yang lain. Nomor lain diberikan dan gua catat. Gua siap menelpon lagi.
Kemudian seorang pemuda di gang-an gua, berjalan dari arah kegelapan, basah kuyup, menggunakan kaos dalam dan celana pendek, berjalan sambil jinjit untuk menghindari kakinya makin kotor sambil berkata:
"sudah... apinya sudah mati... sudah... apinya udah mati"
Dia mengulang dua kali kalimat itu. Gua melihat pemuda yang berlalu itu dengan penuh kekaguman. Mantab abisss! dalam hati gua. Keinginan gua adalah mem-foto dia waktu itu untuk ditampilkan di blog ini, cuma kayaknya itu keputusan yang bodoh. Di saat semua orang berusaha, gua malah foto-foto. Terlalu kontroversial kayaknya kalo gua foto dia.
Dengan berlalunya pemuda itu, gua melihat ke kepulan asap. Kali ini asap yang dihasilkan berwarna agak terang. Tepat seperti asap yang diproduksi oleh api yang sudah mati. Berwarna lebih terang. Pemuda itu benar sekali, apinya sudah mati.
Gua mendekati TKP dan melihat para petugas pemadam baru mulai mengisi air dan mengatur selang-selang pemadam. Jadi gua mengambil kesimpulan, api itu padam bukan karena pemadam, melainkan pemuda setempat yang sangat cepat, tanggap dan berani. WOW!!! Amazing.
Kemudian gua mulai mengeksplorasi TKP. Ada satu keluarga yang menangis bersama. Mereka menyebutkan kalau Nenek empunya rumah masih berada di dalam rumah. Anggota keluarga yang perempuan menangis sangat kuat, cukup kuat untuk menggerakan hati pemuda-pemuda itu untuk masuk ke dalam dan menyelamatkan sang Nenek. Berita yang terdengar adalah nenek itu sudah pikun dan kurang pendengaran.
Gua mengambil beberapa foto dan memilih kembali ke rumah untuk mengobservasi dari sana saja. Kebetulan gua juga butuh istirahat karena kurang enak badan.
Di atas tempat tidur, gua masih terjaga, kalau-kalau api membesar lagi. Sirine kemudian berbunyi dan pergi menjauh. Ada ketakutan padaku kalau-kalau api membesar lagi dan pemadam tidak siap di tempat. Namun akhirnya gua berhasil membuang ketakutan itu jauh-jauh.
Di atas tempat tidur kemudian gua menyadari. Ada pelajaran yang sangat penting yang bisa gua ambil dari kejadian malam itu. SEMUANYA ITU ADALAH MILIK YANG MAHA KUASA. Semua yang kita punya. Rumah, pakaian, mobil, motor, bahkan tubuh kita dan jiwa kita, itu semua adalah miliknya. BUKAN MILIK KITA. Kita hanya dititipkan, kita tidak berhak akan hal itu. Jadi kalau memang sudah waktunya diambil, seharusnya kita tidak boleh merasa terlalu kehilangan. Itu bukan milik kita. Kita harus mampu menghilangkannya.
Sebentar gua membalas sms dari teman, dan menceritakan kejadian malam itu. Gua berdoa dan bersyukur:
- Buat ternyata rumah yang terbakar itu ada di pinggir jalan
- Bahwa, rumah itu ternyata diapit oleh dua rumah besar
- Bahwa, Priok sedang tidak macet oleh truk-truk kontainer. Kalau lagi macet bisa-bisa 2 jam mobil pemadam baru sampai.
Hmm.. what a night. Very pleasing night. Night to learn.
2 comments:
Gak sengaja ke click blog berikut dan muncul blognya sahat.
Kebakarannya seru ya, and gimana kabar si ompung sebelah? koq ga diceritain lagi?
Salam kenal.
Lumayan bikin panik sih dari pada sekedar seru.
Opung itu, kami semua sekarang udah tenang.
Salam kenal juga. Senang bisa mengunjungi diary mbak juga.
Post a Comment