Buat para penggemar blog ini (which is gua sendiri, hiks) mulai hari ini konsep blog ini akan berubah. Konsepnya akan menyerupai gua yang lagi siaran. Enjoy it...
Beberapa hari ini gua lebih banyak melihat Wakil Presiden dari pada Presidennya. Mungkin karena gua yang kurang memantau media massa kali ya...
Gua hitung-hitung gua cuman liat SBY 2 kali, dan JK 5 kali dari 7 berita tentang mereka.
Tapi di koran dan berita yang gua tonton banyakan JK emang nongol. Kebetulan gua memang membaca dan menonton all things bout bussiness waktu itu.
Sementara itu setiap gua liat SBY, dia malah sedang melakukan charity movements gitu deh untuk rakyat kecil nan kesusahan.
Apa mereka berdua udah sepakat yah untuk mengambil peran masing-masing seperti itu?
Atau emang SBY sekarang udah kalah pamor?
Atau itu siasat mereka masing-masing untuk pemilihan berikutnya?
Gak tau deh...
Sementara itu pula, gua sempet ngobrol-ngobrol ama Direktur Komersial di kantor tetangga (tetangga kantor gua maksudnya) tentang apa sih yang bakal menjadi jalan keluar buat Indonesia di tengah keterpurukan bangsa ini...
Berawal dari pembicaraan mengenai Buha Hutajulu (satu fam ama gue) dan M. Tambunan (pejabat tinggi Telkom), pembicaraan melebar menjadi bahasan mengenai produksi dalam negeri.
Sang Direktur mengatakan kalau jalan keluar buat bangsa ini adalah "kalangan menengah ke atas mau susah". Kenapa bisa begitu gua pikir, terus dia menjelaskan:
"yang dapat membantu perekonomian Indonesia adalah produksi dalam negeri. Sayangnya kalo kita memacu produksi dalam negeri, kita akan menekan impor barang-barang luar. Ternyata hal itu membuat bangsa-bangsa lain enggan meminjamkan hutang pada bangsa kita. Karena pada dasarnya bangsa asing itu meminjamkan hutang (baik pinjaman dana atau yang purely charity) itu cuma strategi saja, agar negara yang dipinjamkan membeli produksi-produksi dari negeri asing tersebut. Otomatis kalo produksi negara asing peminjam dana tersebut running terus, ekonominya juga running terus dong... Sementara negeri yang dipinjamkan akan terus bergantung pada negeri asing tersebut.
Nah kata beliau lagi, kalo emang kita sepakat untuk mau tidak menerima pinjaman asing, itu berarti kita sepakat untuk susah bersama.
Gua jadi kebayang India jaman Mahatma Gandhi gitu. Hmm... kalo emang itu satu-satunya jalan keluar, pada mau ga ya? Gua pikir-pikir bentar ya...
Give me sometimes to prepare my self to be poor kayaknya...
Waktu itu juga gua lagi nonton bareng temen gua, dan ada diskusi group gitu tentang masyarakat Tionghwa. Gua males banget deh yang begituan masih dibahas. Akhirnya kami berdua menemukan kesepakatan: dengan diamandemennya UUD 1945 sebenernya hak kita dan mereka udah sama koq. Dan kalaupun masih ada ketidakadilan di level praktek itu mah masalah perorangan yah untuk memperjuangkannya.
Gua sendiri kalo misalnya gua mengumpat: "dasar cina..." itu gak lain dan gak bukan adalah kekesalan gua akan sifat-sifat dasar yang jelek dari orang cina itu sendiri yang beredar di khalayak ramai. Sama sekali bukan gua mengusir teman-teman gua itu dari Indonesia maupun mengungkit-ungkit masalah asal mereka. Sama aja kayak gua mengumpat: "dasar jawa" (yang katanya suka memendam kekesalan) atau "dasar batak, suaranya bagus" (hahahaha... orang batak gitu lho).
Beberapa hari ini gua lebih banyak melihat Wakil Presiden dari pada Presidennya. Mungkin karena gua yang kurang memantau media massa kali ya...
Gua hitung-hitung gua cuman liat SBY 2 kali, dan JK 5 kali dari 7 berita tentang mereka.
Tapi di koran dan berita yang gua tonton banyakan JK emang nongol. Kebetulan gua memang membaca dan menonton all things bout bussiness waktu itu.
Sementara itu setiap gua liat SBY, dia malah sedang melakukan charity movements gitu deh untuk rakyat kecil nan kesusahan.
Apa mereka berdua udah sepakat yah untuk mengambil peran masing-masing seperti itu?
Atau emang SBY sekarang udah kalah pamor?
Atau itu siasat mereka masing-masing untuk pemilihan berikutnya?
Gak tau deh...
Sementara itu pula, gua sempet ngobrol-ngobrol ama Direktur Komersial di kantor tetangga (tetangga kantor gua maksudnya) tentang apa sih yang bakal menjadi jalan keluar buat Indonesia di tengah keterpurukan bangsa ini...
Berawal dari pembicaraan mengenai Buha Hutajulu (satu fam ama gue) dan M. Tambunan (pejabat tinggi Telkom), pembicaraan melebar menjadi bahasan mengenai produksi dalam negeri.
Sang Direktur mengatakan kalau jalan keluar buat bangsa ini adalah "kalangan menengah ke atas mau susah". Kenapa bisa begitu gua pikir, terus dia menjelaskan:
"yang dapat membantu perekonomian Indonesia adalah produksi dalam negeri. Sayangnya kalo kita memacu produksi dalam negeri, kita akan menekan impor barang-barang luar. Ternyata hal itu membuat bangsa-bangsa lain enggan meminjamkan hutang pada bangsa kita. Karena pada dasarnya bangsa asing itu meminjamkan hutang (baik pinjaman dana atau yang purely charity) itu cuma strategi saja, agar negara yang dipinjamkan membeli produksi-produksi dari negeri asing tersebut. Otomatis kalo produksi negara asing peminjam dana tersebut running terus, ekonominya juga running terus dong... Sementara negeri yang dipinjamkan akan terus bergantung pada negeri asing tersebut.
Nah kata beliau lagi, kalo emang kita sepakat untuk mau tidak menerima pinjaman asing, itu berarti kita sepakat untuk susah bersama.
Gua jadi kebayang India jaman Mahatma Gandhi gitu. Hmm... kalo emang itu satu-satunya jalan keluar, pada mau ga ya? Gua pikir-pikir bentar ya...
Give me sometimes to prepare my self to be poor kayaknya...
Waktu itu juga gua lagi nonton bareng temen gua, dan ada diskusi group gitu tentang masyarakat Tionghwa. Gua males banget deh yang begituan masih dibahas. Akhirnya kami berdua menemukan kesepakatan: dengan diamandemennya UUD 1945 sebenernya hak kita dan mereka udah sama koq. Dan kalaupun masih ada ketidakadilan di level praktek itu mah masalah perorangan yah untuk memperjuangkannya.
Gua sendiri kalo misalnya gua mengumpat: "dasar cina..." itu gak lain dan gak bukan adalah kekesalan gua akan sifat-sifat dasar yang jelek dari orang cina itu sendiri yang beredar di khalayak ramai. Sama sekali bukan gua mengusir teman-teman gua itu dari Indonesia maupun mengungkit-ungkit masalah asal mereka. Sama aja kayak gua mengumpat: "dasar jawa" (yang katanya suka memendam kekesalan) atau "dasar batak, suaranya bagus" (hahahaha... orang batak gitu lho).
2 comments:
weks......
dasar jawa, orangnya sopan halus ramah dan ganteng2, hahaha....
gw jg mls tuh denger dialog2 itu, di negeri aneh bernama indonesia ini, bangsa keturunan kan ga cuma Tionghoa, ada keturunan kaukasoid (eropa tea), arab, latin, india de el el, tp kok yg selalu jd masalah itu keturunan Tionghoa. adakah yg salah dengan mereka? menurutku, pasti ada yg salah, tp gw ga tau salahnya dimana, gw bkn antropolog ataupun sosiolog.
Give me sometimes to prepare my self to be poor
It's not about live in poverty, but r we ready to work harder or not.
masadi
Give me sometimes to prepare my self to be poor
It's not about live in poverty, but r we ready to work harder or not.
I just try to be honest to my self
Post a Comment