Friday, December 28, 2007

Pak Didik

“Jelek-jelek gini saya pernah tinggal di Belanda lho.”

Gitu kira-kira salah satu potongan perkataan beliau ketika pertama kali gua kenalan ama beliau ini. Beliau ini emang paling suka merendah dan selalu mengatur tuturnya dalam berbicara. Rapih dan tidak menyerang. Nampaknya sudah begitu banyak hal yang beliau lalui untuk mencapai titik ini. Luar Biasa.

Nama lengkap beliau adalah Moch.NurSetyo Budi. Pria kelahiran Tumenggung ini memiliki seorang istri dan di karuniai 2 orang anak. Yang satu perempuan kelas 2 SD, yang satu lagi laki-laki, balita. Tunggangannya sehari-hari adalah Inova Gold dan beliau memiliki Pondok Asri hasil memeras keringat sendiri di komplek perumahan di Depok.

Jangan tertipu dengan penampilan beliau. Belah pinggir, berkacamata, sekilas memang biasa saja, tapi dalamnya. Wuiihh.. beliau ini arif nan bijaksana nan sabar nan canggih nan berpengalaman. Setidaknya itulah kesan gua terhadap beliau ini.

Waktu pertama gua bergabung dengan Ericsson Indonesia, beliau ini yang mementori gua. Hmm... karena gua orangnya agak skeptis (dan sedikit angkuh), gua mesti liat-liat dulu nih orang yang bakal ngajarin gua. Canggih apa nggak. Nampaknya beliau ini tau betul menghadapi orang-orang macam gua. Beliau keluarin dulu semua CV-nya, beliau terangin pengalaman-pengalamannya, langsung gua manut-manut dan percaya. Nice. Semenjak itu emang gua manut terus ama beliau, dan tidak menemui kesulitan.

Beliau ini yang pertama kali ngajarin gua bikin script. Satu-satu, perlahan tapi pasti gua diajarin caranya bikin script. Bener-bener perlahan. Sampai gua ngerti polanya. Gua pantengin terus apa kata beliau. Beberapa ada yang masuk dan gua ngerti, beberapa gua bleng. Ngomong apa bapak ini gua kagak ngarti. Cuma yah emang dasarnya orang penyabar, yah pelan-pelan beliau ajarkan.

Seminggu kemudian tiba-tiba beliau meninggalkan gua bekerja sendirian di Jakarta. Beliau pergi ke Bandung dan ke Jogja untuk pekerjaan dalam projek yang sama. Projek XL. Wuiihh... panik gua ditinggal sendiri, beliau ini yang jadi sasaran telpon setiap saat gua gak ngerti apa-apa. Bahkan untuk hal-hal kecil yang nggak penting sekalipun beliau ini juga tabah menjawab. Kalo gua yang ditanya mungkin saat itu gua akan bilang: ”Koq begitu aja nanya sih?”. Beliau itu pantang ngomong gitu. Semasa dia mampu menjawab pasti dijawab. Kalau gak bisa beliau bilang tidak tahu. Bravo!

Beliau ini Master RNC di Group OI/X Ericsson Indonesia. Kalo ngomong sih kayaknya gak meyakinkan, tapi waktu kerja, satu-satu beres aja. Tiba-tiba semuanya udah kelar. Peruntungan juga selalu ada dipihak beliau nih. Hehe, yang ini rahasia.

Yang paling gua suka adalah, beliau selalu memanggil lawan bicaranya dengan sebutan namanya. Contoh:

“Kalau saya sih biasanya begini, tapi kalau Sahat mau begono juga gak papa. Hehe”

Beliau jarang pakai kata kamu. Nah, gua kalo dipanggil dengan sebutan kamu, gua langsung ngerasa terintimidasi banget.

Pencinta musik yang satu ini juga adalah orang yang jujur. Terbukti dengan beliau selalu berlaku fair untuk urusan SAP dan TER. Hal ini yang paling membuat gua terkesan sama beliau. Kalau masalah ilmu, pada akhirnya gua akan mengerti. Tapi kalau masalah behaviour yang benar dalam bekerja, gua bersyukur banget beliau yang ngajarin gua. Begitu masuk langsung didoktrin hal-hal yang baik oleh beliau. Wah, senang banget deh gua.

So long seniro... Farewell. Sukses selalu dan keluarga sehat selalu.

Thursday, December 27, 2007

Kisah Seorang Majus (Bagian IV)

Gaspar menjawab panggilan Raja besar Persia untuk berperang melawan pasukan Romawi. Memang pada masa itu peperangan makin sengit antara kedua kubu. Perjanjian antara Romawi dan Persia yang dulu pernah dibangun untuk membagi daerah kekuasaan nampaknya hanyalah tinggal perjanjian saja. Pada pelaksanaannya Romawi sudah keterlaluan. Mereka hampir menguasai seluruh Persia. Mereka bahkan terang-terangan berani mengancam Kerajaan Persia untuk urusan upeti. Romawi berhak mendapat bagian dari upeti-upeti tiap negara bagian yang masuk ke Kerajaan Persia. Karena itulah ketegangan antar kedua kubu makin memanas.

Gaspar sendiri memiliki tujuan lain menjawab panggilan Raja. Ia hanya ingin membalaskan dendamnya. Bahkan, setiap saat yang dia pikirkan hanya membalas dendam. Setiap tarikan napasnya adalah dendam. Dendam kepada Markus, sang pembunuh ayahnya, di depan matanya. Gaspar tumbuh dengan dendam tersebut. Sebentar saja Gaspar sudah masuk dalam hitungan pasukan berkuda. Pasukan tersebut adalah pasukan andalan untuk bangsa Persia. Gaspar memang tangguh, sama seperti ayahnya. Ia sangat tangguh. Ia pembunuh sejati, dan berdarah dingin. Rasa kasihannya sudah mati ketika ia melihat darah menyembul dari perut ayahnya. Ketika ia merasakan hembusan terakhir napas ayahnya.

Suatu perang besar akan terjadi. Hal itu tidak dapat lagi dielakan. Gaspar sudah menantikan perang ini seumur hidupnya. Pemimpin besar pasukan Romawi di Persia pasti akan turun. Pemimpinnya adalah Markus. Ini adalah kesempatan seumur hidup untuk Gaspar. Hari itu Gaspar harus membunuh Markus Aerilius. Gaspar harus membalaskan dendamnya dan terbebas selamanya. Ia juga sebenarnya ingin sekali keluar dari rasa dendam tersebut. Namun Ia tak bisa. Dendam itu sudah menyengatnya begitu dalam.

”Hari tersebut akan hujan lebat. Biarkan pasukan kita tidak mengenakan pakaian lengkap. Pakaikan mereka minyak agar licin dan tidak mudah di serang. Jangan biarkan mereka menggunakan kasut besi, biarkan mereka bertelanjang kaki”. Gaspar tiba-tiba bersuara di pertemuan itu. Pertemuan yang diadakan untuk membahas strategi perang besar melawan Romawi.

”Kita harus menghadang mereka di Mesopotamia. Di sana sangat berlumpur saat hujan besar itu tiba. Pasukan mereka akan sulit bergerak. Saat itulah kita akan menyerang mereka. Serang mereka dengan senjata rahasia kita, biar mereka makin terpojok. Giring mereka ke arah barat dan timur”.

”Maksudmu pecah mereka menjadi dua?” suara yang sangat berat memotong. Nadanya sangat bijak. Sepertinya ia berusaha memvisualisasikan apa yang dikatakan Gaspar.

”Mereka akan terpojok. Akan ada bukit di sebelah barat. Siapkan juga orang-orang kita di sana. Kita bisa menghabiskan mereka di sana”. Gaspar tidak menjawab. Ia hanya memberikan pandangan ke arah suara itu dan kemudian menunjuk ke arah lain. ”Sementara untuk yang satu lagi, tidak ada jalan lain. Kita harus mengerahkan banyak tenaga di sana”.

”Plok... plok... plok...” tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan. Tepuk tangan penghinaan. ”Dari mana kau tahu akan ada hujan lebat? Atau sangat lebat seperti yang kau bilang itu? Memangnya kau majus? Hahahahaha.... Jangan bermimpi anak muda.” Seluruh ruangan tertawa.

Hanya ada dua orang yang tidak tertawa. Yang satu Gaspar, dan yang satu lagi adalah pria itu, yang memotong Gaspar saat bicara. Itu adalah Raja besar Persia. Ia lebih mementingkan kerajaannya dari pada egonya. Saat itu dia memikirkan semua kemungkinan untuk menyelamatkan negerinya. Bahkan kalau saat itu pun ada seorang anak kecil yang memberikan usul untuk mereka semua pura-pura mati, ia akan memikirkannya.

”Panggilkan para Majus” sang raja memerintahkan.

Tiba-tiba seluruh ruangan hening. Air muka Gaspar berubah, yang tadinya kesal menjadi cerah. Ia yakin, Raja akan mengikuti usulnya.

Ruangan menjadi agak tegang. Terjadi pro dan kontra di tempat itu. Terutama jendral-jendral besar itu. Mereka merasa dilecehkan. Strategi dan usul mereka dengan segudang pengalaman mereka bisa jadi dimentahkan begitu saja. Kalau tadinya mereka membawa ide masing-masing untuk sang raja, kali ini mereka merasa: ide siapapun asal jangan anak ingusan tersebut.

Mata mereka mulai menjelajah Gaspar. Rambutnya yang panjang. Pakaian kulitnya. Pedangnya. Otot tubuhnya yang kuat sekaligus lentur. Brewoknya di sekitar mulut. Matanya yang tajam. Kasutnya. Kedua telapak kakinya yang tidak simetris terbuka. Kuda-kudanya yang selalu siaga.

”Lumayan”. Salah seorang bergumam.

Sebenarnya sangat lumayan. Anak ingusan itu masih sangat muda tetapi dia sudah sangat awas. Mereka masing-masing saja baru mencapai apa yang Gaspar capai ketika hampir berumur separuh baya. Namun Gaspar masih sangat muda. Tapi tetap saja, ego para Jendral itu lebih tinggi dari akal sehat mereka.

Raja menengok sesaat dan mengamati seluruh ruangan yang sedang mengamati Gaspar. Ia bisa merasakan ego yang saling bertarung di tempat itu. Sebenarnya Ia ingin sekali menyelesaikan itu; dengan memberikan penjelasan bahwa ide yang menyelamatkan negaralah yang akan dipilih, untuk bangsa, bukan ego seseorang semata. Tapi Raja terlalu letih untuk melakukan itu. Ia lebih memilih kembali membaca strategi-strategi itu sampai pendeta-pendeta majus itu datang.

”Kami Majus menghadap Raja”. Tiga orang masuk ke dalam ruangan dan sedikit membungkuk. Kepalanya menunduk tapi hatinya tidak. Raja tahu hal itu. Dua orang dari mereka sudah tua, berjanggut putih dan panjang, sementara yang seorang lagi masih sangat muda. Yang tua berpakaian sangat gemerlap. Dengan kain perca nan indah khas Persia, dan pernak-pernik perhiasan mutiara laut yang menempel di jubah mereka tersebut. Sementara yang lebih muda berpakaian lebih sederhana. Ia membawa buku besar berisi catatan-catatan perbintangan, cuaca dan alam.

”Katakan kepadaku pendeta, 30 hari dari sekarang, akankah hujan lebat melanda Mesopotamia?”

Kedua pendeta itu tersedak mendengar pertanyaan itu. Itu bukanlah pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Pertanyaan itu sangat spesifik. Sementara yang satu lagi sedang sibuk dengan dirinya sendiri. Ia sibuk memperhatikan orang baru di depannya itu. Itu adalah Gaspar. Ia yakin mengenal pahlawan yang satu ini. Tapi ia tidak berani menanyakannya di tempat itu. Ia merasa sangat aneh jikalau hal itu terjadi. Di depan raja dan para jendral-jendral tua. Juga di depan gurunya. Bagaimana kalau jawabannya salah? Ia tidak mau mengambil resiko itu.

Sang pendeta melirik sebentar ke arah Gaspar dan berkata: ”Saya sudah mendengar sedikit apa yang terjadi di pertemuan ini tadi selama di perjalanan. Mempertaruhkan nasib negara di atas kemungkinan-kemungkinan adalah kurang bijak. Saya bukannya bilang mustahil, tetapi ada juga kemungkinan. Namun peluang itu sangat kecil”. Kali ini ia berjalan mengitari ruangan. Selanjutnya ia mulai menjelaskan bahwa masa itu adalah masa kering di Mesopotamia, kemungkinannya sangat kecil untuk hujan. Kemudian Ia menerangkan kedudukan bintang, angin yang bertiup, dan sebagainya, yang tidak lagi dapat dimengerti Raja.

”Jadi, kemanakah arah jawabanmu pendeta?” Raja memotong dengan sedikit nada gusar. Ia senang melakukanya.

Pendeta majus itu tiba-tiba merasa tertekan. Ia tidak mampu menjawab pertanyaan Raja. Sebenarnya ada satu orang yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Asgix. Mantan pemimpin para pendeta majus. Tapi tentu saja ia tidak akan mau merendahkan dirinya dengan bertanya kepada Asgix.

”Gaspar!”, tiba-tiba lelaki muda itu bergumam. Ia berhasil mengenali pria muda itu. “Iya, kau Gaspar kan?” Kali ini dengan suara sedang ia bertanya.

Semua orang terperanjat. Gaspar. Anak dari Margot. Raja Perkasa dari Kasdopia. Semua orang tahu apa yang terjadi pada Ayahnya. Semua orang tahu mengenai dendamnya. Dan yang terpenting, Asmigar, pendeta majus itu tau Gaspar diasuh oleh Asgix sejak kecil. Semua benar-benar terperanjat.

”Iya Baltazhar, ini aku” Gaspar menjawab dengan tenang, seraya menyambut jabat tangan teman lamanya itu.

Mereka berdua dulu, suka berburu bintang saat kecil. Mereka suka menamai bintang-bintang. Mereka suka mengganggu para pendeta majus, dan suka sekali bermain-main dengan mereka. Gaspar dan Baltazhar memang sahabat sejati dahulu. Mereka dipersatukan oleh bintang. Minat mereka berdua memang sama. Mereka sama-sama ingin menjadi kawanan majus. Namun tentu saja Gaspar harus mengikuti jejak ayahnya, sementara Baltazhar dapat dengan mudah memasuki perguruan majus.

”Tetapi baginda, bisa saja, Domara terjadi”. Baltazhar berbalik arah. ”Domara, badai besar yang terjadi satu abad satu kali. Besar, sangat besar. Badai ini datang di musim kering. Saat matahari sangat menyengat dan saat angin sangat kering. Saat si bintang merah bersinar di langit sebelah tenggara, dan saat si nyala redup bernyala amat terang di utara. Tertulis di buku besar. Badai ini sanggup membuat gurun kering mesopotamia menjadi sangat berlumpur.”

Baltazhar tidak pernah menentang Asmigar. Tapi kali ini ia melakukannya. Ia melakukannya dengan sengaja. Untuk sahabat lamanya. Untuk majus yang sesungguhnya. Pekerjaan yang berjasa untuk bangsa persia.

”Kalau begitu mari siapkan semuanya. Kita hancurkan Romawi keparat itu” Raja berseru dengan garang.

Semua juga nampaknya sudah setuju. Nama besar Margot dan Asgix memang sangat diakui oleh berbagai pihak. Juga oleh Jendral-Jendral besar itu. Kini kedua darah itu melekat pada seorang pria bernama Gaspar. Gaspar tersenyum. Selangkah lagi sebelum membalas dendam, selangkah lagi.

Wednesday, December 19, 2007

Nyokap Sakit

Udah 3 hari ini nyokap dirawat di RSUD Koja, Jakarta Utara. Penyakitnya Thypus dan Lever. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar:

Titer Widal 1/200 (Thypus)

Anti-HBs (Hepatitis)

Menurut hasil pengecekan darah di Rumah Sakit Al-Islam, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Sebenarnya sebelum mulai dirawat hari minggu tanggal 16 Desember kemarin, nyokap udah ke RSUD ini hari sebelumnya. Waktu itu kakak gua yang perawat ngambil sampel darah di rumah dan dibawa ke Lab RSUD Koja. Hasilnya, trombosit nyokap 16.000. Wuiiihh... parah banget gua bilang. Gua yang saat itu berada di Bandung, dengan berat hati meninggalkan audisi dan langsung kembali ke Jakarta dengan menggunakan Travel. Baru aja nyampe di Bandung, dalam hati gua. Gua langsung bergegas ke RSUD Koja; nyokap udah dibawa ke sana.

Begitu nyampe di sini gua istirahat sejenak, kakak gua yang perawat dan nyokap gua turun untuk cek darah lagi. Kali ini hasilnya jauh berbeda dengan yang sorenya. Trombositnya naik menjadi 266.000. Kayaknya bukan naik deh ini, ini mah salah pengecekan. Udah gitu nyokap ditarohnya di ruang rapat karyawan karena udah kehabisan kamar. Ada sih kamar di kelas 2 di lantai 8, tapi nyokap lebih pengen di kelas 3 di lantai 6. Soalnya kakak gua kerja di lantai 6. Alhasil, nyokap tidur di atas kasur tanpa ranjang. Bener-bener tidur di lantai cuma dialasi kasur. Waduh, bener-bener deh. Udah gitu, dokter jaga menganjurkan nyokap untuk pulang aja, padahal nyokap udah bilang dia kedinginan banget kayak di puncak. Gemerletukan giginya. Tapi tetep aja dokter jaga, seorang wanita, itu tidak mengindahkan nyokap. Cuma dikasih resep obat panas biasa terus disuruh pulang.

Ya udah kami pulang pagi harinya. Begitu nyampe rumah, emang bener nyokap seger. Sempet jalan-jalan sendiri juga. Tapi begitu menginjak jam ke-3, nyokap kedinginan lagi. Gak tahan deh gua liatnya. Dikompres, minum obat, dipijitin, dikasih bubur, minum teh manis hangat, sampai air panas dimasukkan teko terus langsung ditempelin ke nyokap juga, beliau masih kedinginan. Beliau bilang saat itu:

”Aduuuhh... dingii..ii..ii..nnn... saya gak kuat lagi”

Ya udah gua dan keluarga langsung bawa beliau lagi ke rumah sakit. Tapi kali ini bukan RSUD Koja, melainkan ke RS Al-Islam. Masuk UGD. Nunggu 2 jam baru ketahuan penyakitnya. Thypus (kategori gejala) dan Levernya kumat. Beliau pernah kena penyakit yang sama pada tahun 2005 lalu. Waktu itu dirawat di RSUD Koja. Atas pertimbangan itu kami akhirnya membawa nyokap ke RSUD koja untuk dirawat di sana. Kami yakin dokter di sana udah cukup pengalaman untuk menangani penyakit nyokap. Lagipula jaraknya ke rumah lebih dekat. Jadi kami bisa dengan leluasa jenguk nyokap. Kalau di RS Al-Islam, hanya wanita yang boleh menjaga, pria tidak boleh masuk ke ruang rawat inap wanita.

Tuesday, December 18, 2007

Agama

Catatan Pribadi.
Bukan Untuk Umum


Siapapun yang menciptanya, ia berhasil mensamarkan seseorang kepada Tuhannya.

Agama seharusnya menjadi jawaban bagi kedamaian dunia, namun yang terjadi sebaliknya. Agama seharusnya membuat seseorang ramah kepada yang lain, tetapi yang terjadi sebaliknya. Agama seharusnya menyingkap kebenaran, tetapi terkadang agama dipakai untuk kedok kejahatan. Melindungi kebusukan di bawah naungan agama.

Agama adalah himpunan kepercayaan dan kebiasaaan umum biasanya diselenggarakan oleh sekelompok orang, dikenal dengan sebutan doa, ritual, dan hukum agama. Agama biasanya juga mengandung unsur, tradisi nenek moyang, kitab suci, sejarah, mitos, kepercayaan pribadi dan pengalaman supernatural. (Tuh kan pengertiannya ada udah ribet)

Sedangkan kalo menurut kamus besar Goresan-goresan Hari pengertian agama lebih mudah, agama adalah hubungan seseorang dengan Tuhannya. Hubungan inilah yang mengatur segala hal dari manusia itu, untuk segala apa yang dilakukan manusia itu. Sesederhana itu. Agama adalah mengenai hubungan, gak lebih gak kurang dari itu. Mungkin ada hal yang lain, tapi gua yakin betul itu sebenarnya udah tercakup dalam konteks hubungan itu. Bahkan sampai hal terkecil pun.

Gua sebenernya gak terlalu suka dengan istilah agama ini. Mungkin dahulu maksudnya baik pasti, tapi yang pasti istilah ini telah berhasil memecah belah manusia. Memang tidak semua manusia, tetapi sebagian besar manusia. Gua aja kadang kebawa-bawa kalo lagi diskusiin tentang agama ini. Heran! Bukannya untuk kebaikan, kadang agama ini malah menjadi senjata pembunuh paling dahsyat antar umat manusia. Kadang hal ini juga menjadi alasan dasar kenapa banyak orang menderita, dan agama ini jugalah yang biasanya ditumpangi orang untuk kepentingan politis. Gua kurang mengerti juga sih akan hal ini. Tapi yang pasti ini adalah fakta.

Menurut gua yang paling penting adalah apakah seseorang itu sudah pernah bertemu dengan Penciptanya atau belum? Sebab kadang orang menganggap dirinya sudah beragama padahal ia sama sekali belum bertemu Tuhan Penciptanya. Udah gitu mengaku paling beragama lagi di seluruh dunia. Jangankan berhubungan dengan Tuhannya, bertemu aja belom. Okelah kalau anak kecil, itu tak apa, malahan benar semenjak dini diperkenalkan kepada Tuhan Penciptanya, tetapi pada akhirnya anak itu sendiri harus bertemu dengan Penciptanya. Secara pribadi. Gak boleh kalau anak itu hanya mendengar saja dari orang lain bahkan dari orang tuanya. Pertemuan seseorang dengan Tuhannya ini gak bisa diwakilkan. Kita sebagai orang tua pun harus membantu sekeras mungkin agar anak tersebut bisa bertemu dengan Tuhannya. Harus. Namun tetap saja, sekali lagi, tidak boleh diwakilkan. Seseorang harus bertemu kepada Penciptanya secara pribadi.

Dari pertemuan itu, seyogyanya timbullah hubungan antara Pencipta dan Ciptaannya. Dan karena itu sebuah hubungan maka memiliki ciri dan sifat:

interaktif

dinamis

berkembang

baru segitu yang kepikiran

Nah, kadang banyak orang gak memiliki hubungan tapi sudah mengklaim dirinya paling rohani, paling alim. Gua sering menyebutnya Sombong Rohani. Susah banget nih kalo berhadapan dengan yang satu ini. Biasanya gua cuma doain aja, soalnya diomongin apapun gak bakal ngerti. Orang-orang yang saling menyakiti atas nama agama biasanya masuk dalam golongan yang belum memiliki hubungan dengan Penciptanya ini.

Biasanya orang yang udah punya hubungan yang karib dengan Penciptanya, memiliki pemahaman natural akan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan dan yang harus dilakukan. Sepertinya hukum-hukum tersebut seperti secara otomatis tergoreskan di hati kita. Sampai setiap saat kita hendak berbuat jahat, kata hati kita berontak dan menghindarinya. Tapi banyak juga hal-hal lain yang perlu kita pelajari secara perlahan dan dengan bantuan orang lain. Hukum-hukum yang tertuliskan di hati kita itu adalah hal-hal yang esensial. Pengembangannya itulah yang perlu kita gali bersama.

Orang yang sudah bertemu dengan penciptanya biasanya adalah orang yang baik, bukan sekedar baik, tetapi makin lama makin baik. Orang yang lebih senang mengoreksi dirinya sendiri pada setiap saat dari pada menyalahkan orang lain. Orang yang lebih suka berdamai dalam segala hal dari pada berkelahi. Orang yang tempramennya bisa di atur oleh dirinya sendiri, dan masih banyak ciri spesifik lainnya. Entah bagaimana, ketika kita bertemu Pencipta kita, kita sepertinya bisa melihat diri kita dan kejahatan kita sampai kedalam-dalamnya. Dan jika kita memiliki hubungan yang intim, kita akan menjadi orang yang lebih baik lagi tiap harinya.

Gua seorang Kristen. Gua sendiri, melalui ajaran ini, berani meng-klaim gua bertemu dengan Pencipta gua. Sejujurnya nurut gua gak penting apapun agama seseorang, tapi gua menyarankan banget, untuk seseorang bertemu dengan Penciptanya dalam hidup (Cuma satu kesempatan) ini, lewat ajaran apapun juga. Kesian banget kalo seorang ciptaan tidak pernah bertemu dengan Penciptanya dan gak pernah tau untuk apa dia diciptakan. Pathetic.

Gua sendiri gak terlalu perduli dengan nama Kristen. Kristen itu sendiri dulunya adalah nama olok-olokan bangsa romawi kepada orang-orang kristen mula-mula. Kalo dianalogikan mungkin sama dengan kata Indon, kalo orang Malaysia mengolok orang Indonesia. Kristus sendiri gak pernah mengklaim para pengikut dia bernama Kristen. Menurut Kristus, yang penting adalah isi ajarannya, bukan namanya. Jadi yah, gua sih gak fanatik banget dengan nama Kristen itu. Gak penting. Kalo soalnya ajaran dan dasar-dasarnya, gua haus untuk belajar terus.

Dahulu juga jauh sebelum kedatangan Kristus gak pernah ada nama Kristen. Dulu ada namanya Bangsa Israel, yang banyak sekali diceritakan di Kitab Suci. Dan mereka bukan orang Kristen. Iyalah, Kristen aja baru muncul setelah masehi gitu lho.

Yang pasti gua suka banget dengan dasar ke Kristenan itu sendiri. Kasih. Dan hidup bukannya milik gua, tetapi milik Pencipta gua. Gua dikasihi, disabari, diampuni dan karena itu gua mampu mengasihi orang lain. Kalo gua belom bertemu Pencipta gua lewat ajaran ini, gua yakin gua gak pernah bisa mengerti hal ini. Dan gua yakin, cuma orang-orang yang telah bertemu Penciptanya dalam kekristenan sajalah yang mampu mengerti hal ini. Buat gua kasih adalah jawaban untuk dunia yang penuh dengki dan kejahatan ini. Buat gua itulah jawaban.

Jadi menurut gua agama itu gak penting. Adat, kebiasaan, sejarah, dan segala macemnya itu gak terlalu esensial. Menurut gua yang paling esensial adalah hubungan dengan Pencipta itu tadi. Jauh lebih penting dari sekedar kebiasaan-kebiasaan dan ritual-ritual itu tadi.

Gua pribadi gua berhubungan dengan Tuhan gua tiap hari. Tiap detik. Bahkan setiap tarikan napas gua, sepertinya gua bertanggung jawab kepada Tuhan gua. Jadi bukannya gua beribadah tiap hari minggu doang. Nehi ya... gua punya hubungan yang lebih akrab dari itu tiap hari lewat doa-doa gua. Dan gua menghidupinya.

Buat gua itu sih yang terpenting. Hubungan dengan Pencipta.

Jadi mungkin pertanyaannya bukan agamamu apa?

Tapi diganti menjadi sudahkah engkau bertemu penciptaMu?




Friday, December 14, 2007

Kisah Seorang Majus (Bagian III)


The Blindness, The Misery

Hatinya makin lama makin penuh racun. Racun dendam kematian ayahnya. Gaspar tidak mampu menahannya. Ia tidak lagi tersenyum ia tidak lagi tertawa. Ia terus berlatih pedang dan bertarung. Asgix seorang majus mengasuh Gaspar semenjak kematian Ayahnya. Asgix menemukannya di reruntuhan kerajaan Kasdopia. Asgix adalah seorang yang baik. Sebagai seorang pendeta majus, ia tidak terlalu terkenal dibanding kolega-koleganya. Ia memilih seperti itu. Malahan ia seperti dikucilkan. Ada kenangan pahit masa lampau yang membuatnya seperti itu.

Kini tinggallah dua orang dalam satu rumah, Asgix dan Gaspar, dan seorang lagi yang melayani Asgix. Ia adalah Parthon, seorang budak belian Asgix. Namun Ia tidak bisa juga dibilang budak, karena Asgix sering sekali mengajak dia berdiskusi, dan Parthon diperbolehkan menjawab oleh Asgix yang memang tidak terlalu memerdulikan aturan perbudakan. Sebenarnya Asgix yang sering berbicara sendiri, Parthon hanya sedikit-sedikit merespon Asgix. Ia tidak terlalu mengerti apa yang dibicarakan oleh Asgix.

Asgix adalah seorang majus. Di negeri itu pada zaman itu, pendeta majus adalah kedudukan yang terhormat. Banyak sekali nasib dari bangsa itu yang ditentukan oleh kebolehan para pendeta majus ini. Mereka memiliki pencatatan yang sangat lengkap mengenai perbintangan. Kedudukan bintang di satu titik langsung di catat mereka dan diperhatikan segala kejadian yang menyeriangi hal-hal tersebut. Mereka juga suka mengelompokkan bintang-bintang sehingga membentuk suatu bentuk, barang, hewan ataupun yang lainnya. Selain itu mereka juga mempelajari hal-hal aneh lainnya. Mereka mampu menghilang. Ada satu bola yang jikalau dibenturkan ke tanah langsung menghasilkan gas yang sangat memedihkan mata. Entah bagaimana mereka membuat itu.

Suatu kali pemimpin para pendeta majus itu memerintahkan raja besar persia untuk mengumpulkan bahan makanan di lumbung. Kekeringan besar akan datang selama setahun. Mereka juga memerintahkan raja untuk mengumpulkan air di suatu tempat yang sangat luas untuk kepentingan kemarau panjang ini. Raja pun melakukannya. Alhasil seluruh negeri tersebut mampu melewati kekeringan dahsyat itu. Pendeta majus itu mampu melihat hal tersebut melalui kedudukan bintang katanya. Semenjak itulah nama mereka mahsyur di hadapan sang raja.

Asgix sebenarnya senang bisa merawat cucu teman lamanya itu. Rambut dan janggutnya yang panjang membuat dia seakan lebih bijaksana dipandangan Gaspar. Banyak sekali hal-hal yang sangat baik dikatakan oleh Asgix. Namun, nampaknya hal tersebut tidak lagi mampu diterima Gaspar. Di hidup Gaspar hanya ada balas dendam sekarang ini. Setiap pulang berburu dan latihan pedang Asgix selalu membawa Gaspar keluar. Melihat bintang-bintang di langit dan Gaspar selalu menceritakan kisah tentang bintang-bintang tersebut.

”Kau lihat Gaspar di sebelah sana itu? Yang disebelah selatan itu. Itu adalah Angsa.” Asgix membantu. ”Aku sendiri yang menemukannya. Lihat, bentuknya indah sekali, lekukannya sempurna. Aku memanggilnya Angsa Surgawi”.

Gaspar mengikuti gerakan telunjuk Asgix. Gaspar suka melihat bintang-bintang berkelompok itu. Ia suka melihat bintang. Tapi ia lupa kenapa ia menyukai bintang. Ia lupa. Kepahitan dan rasa balas dendam yang ia pikirkan tiap saat membuat masa lalunya terkubur perlahan demi perlahan. Ia sudah seperti ayahnya sekarang. Muda, kuat, sangat kuat, buas dan beringas. Ia tidak lagi memiliki hati. Ia percaya hati dan rasa kasihan hanya akan membuat dia lemah.

”Gaspar, lihatlah kemari. Teruskanlah hidupmu, kejarlah keinginanmu, berkeluargalah, milikilah seorang wanita yang mampu menjagamu, jangan seperti ini terus. Tiap saat kau hanya memendam benci di hatimu. Itu tidak adil. Kau layak punya kehidupan sendiri. Lupakan dendam itu.”

Gaspar tidak menjawab. Ia hanya melangkah pergi menjauhi Asgix. Ia kesal setiap kali Asgix berkata seperti itu kepadanya. Ia merasa sepertinya Asgix tidak mendukung dia.

Thursday, December 13, 2007

Agama

Siapapun yang menciptanya, ia berhasil membuat seseorang samar akan Penciptanya.

Gara-gara baca site ini gua jadi pengen nulis tentang agama. Kayaknya bakal panjang nih. Gua pribadi adalah orang yang tidak percaya dengan yang namanya agama. Atau setidaknya gua gak percaya dengan identitas-identitas tersebut. Sebab yang gua cari adalah pencipta gua, bukan semua identitas itu dan bukan semua kebiasaan itu, bukan semua pengetahuan itu juga.

Nantikan aja...

59 Kg

Percaya atau tidak saat ini berat gua adalah 59 Kg. Rekor tertinggi selama hidup gua sampai saat ini. Sebenernya dengan tinggi gua, seharusnya badan gua berat idealnya adalah 65 Kg. Perhitungan itu menurut rumus berikut:

Berat Badan Ideal Pria = (Tinggi Badan – 110) ± 10%( Tinggi Badan – 110)

Sementara untuk wanita:

Berat Badan Ideal Wanita = (Tinggi Badan – 100) ± 10%( Tinggi Badan – 100)

Tapi gua sih gak pengen seberat itu. Ntar perut gua malah maju lagi. Yah, gua sih pengennya 62,5 Kg lah. Gak terlalu gemuk, gak terlalu kurus. Sedikit lagi sih. Tapi rasanya gua harus banyak olah raga nih. Gak boleh gua diemin gini aja.

Wednesday, December 12, 2007

Presiden Iran Punya Blog

Wuiiihh...

Hari ini jalan-jalan ke New York Times terus liat berita katanya presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad punya blog. Kalo liat isinya sih...

Mantab man... (lagi keranjingan Marley gara-gara nonton Quikie Express kemaren)

Gua bilang sih nih Presiden berani banget. Membuka diskusi yang luar biasa dengan rakyatnya. Emang pada akhirnya banyak banget pro dan kontra, tapi gua tetep salut lah sama bapak presiden yang satu ini.

Zuperrr... maju pikirannya. Semogalah dia bisa membawa negaranya ke arah yang lebih baik.

Dia emang tokoh dunia tuh. Mestinya dapet nobel tuh dia. Kalo nggak minimal gua lah yang menganugerahkan kepadanya. Hehe.

Tuesday, December 11, 2007

Kisah Seorang Majus (Bagian II)

The hate, the misery

Margot adalah seorang yang perkasa. Badannya tinggi, tegap dan kekar. Ia memang sering melatih tubuhnya. Kesukaannya adalah berburu. Menghadapai binatang buas manapun adalah hobinya. Ia juga memiliki insting seperti seekor binatang. Ia jarang mengalami kekalahan dalam suatu pertarungan. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Nampaknya didikan ayahnya berhasil membunuh hati nuraninya dan membuatnya menjadi sangat kuat. Margot percaya, hati nurani hanya membuat seseorang lemah.

Ia pernah suatu kali berhadapan dengan sepuluh orang sekaligus. Ia tak berkeming sedikitpun. Tidak ada rasa takut sedikitpun tergores di hatinya. Nampaknya kematian bukanlah sesuatu yang ditakutinya. Entah apa yang dipikirkannya. Namun Ia selalu percaya Ia pasti menang. Sepuluh orang tersebut bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah prajurit pilihan bangsa Romawi yang ingin menguasai negerinya. Mereka semua tinggi besar. Lebih besar sedikit dari Margot. Namun Margot berhasil mengalahkan mereka. Di situlah Ia mendapatkan luka di bahunya. Lukanya cukup dalam. Bahkan Margot membawa pulang kepala mereka semua dan digantungnya di alun-alun kota. Ini membangkitkan semangat seluruh negeri itu untuk bertarung melawan penjajah.

Akhirnya pertempuran itu datanglah. Ketika negeri Persia dipaksa tunduk oleh bangsa Romawi. Oleh pemimpinnya yang bernama Julius Caesar. Padahal saat itu Persia sudah kembali bersatu. Namun tetap saja Romawi memang terlalu kuat. Suatu perjanjian antara Romawi dan Persia menyatakan bahwa Romawi dan Persia harus berbagi daerah kekuasaan. Kurang beruntung bagi Margot, negerinya berada di seberang sungai Efrat. Terpaksa negeri itu harus mengabdi pada bangsa Romawi. Hal ini tidak dapat dielakkan lagi. Parthia, raja Persia saat itu harus melakukan suatu tindakan pencegahan politik dari pada seluruh Persia direnggut paksa oleh bangsa Romawi.

Kasdopia, sebelah barat daya Armenia, telah menjadi tempat tinggal Margot sejak kecil. Negeri itu memang sangat indah. Tanahnya subur dan berlimpah. Rakyatnya pun makmur. Margot dan sebelumnya, ayah Margot, memimpin bangsa itu dengan sangat baik. Dan selain itu keduanya berpolitik dan kalau terpaksa berperang dengan baik menjaga negeri tersebut. Ancaman dari Bangsa Romawi yang membuat Margot, harus mampu melakukan ini. Ia tidak ingin dan tidak rela jika negerinya di kuasai negara lain. Margot mencintai Kasdopia. Ia juga mendidik Gaspar seperti itu. Ia ingin Gaspar menjadi orang yang cukup kuat untuk berperang dan cukup cerdik untuk berpolitik melawan Romawi. Margot tau persis Raja Persia tidak lagi bisa diharapkan untuk menyelamatkan negerinya. Ia harus bekerja sendiri. Untuk negerinya.

Sedikit kekecewaan ada di Hati Margot. Saat ia terpojok seperti itu ia merasa takut. Bukan takut akan kematian. Tapi ia takut Kasdopia akan mati dengan kematiannya hari itu. Margot sebenarnya sangat mengharapkan Gaspar, anaknya untuk mempercepat dirinya dalam memimpin negeri itu kalau ada apa-apa dengan dia di medan perang. Namun, ia tak yakin akan Gaspar. Gaspar sangat berbeda dari anak Ksatria lainnya. Sekalipun Gaspar sembunyi-sembunyi, Margot mengetahui bahwa Gaspar lebih suka Perbintangan dari pada Perang. Ia lebih suka Pena dari pada Pedang. Ia tidak terlalu suka berkelahi, Ia lebih suka menyendiri. Margot merasa Gaspar tidak bisa diharapkan. Ia tidak tahu jika Ia meninggal siapa yang akan menggantikan dia.

Tak biasanya Margot menangis. Kali itu, Ia menangis. Ia melihat sekilas ke seantero negerinya, dan Ia mencabut pedangnya. Kemudian berlari ke Pintu Gerbang untuk menahan para Romawi. Ia berteriak keras

”Maju... usir para keparat itu dari negeri kita!!!”

Hal itu membangkitkan semangat prajurit Kasdopia. Margot memang selalu sensasional

Peperangan berlangsung lama di Pintu Gerbang. Namun pasukan Romawi memang sangat banyak. Perlahan-lahan pasukan Kasdopia mulai kelelahan. Mereka tidak menyangka prajurit Romawi sebanyak itu. Mereka seperti sudah tidak lagi mampu menahan mereka. Dan tepat di saat kelelahan sangat melanda mereka, tiba-tiba terdengar suara:

”Raja terluka! Raja terluka! Mundur!”

Semua pasukan bergerak mundur ke Istana. Raja diangkat dengan tandu ke Istana. Ternyata paduka terkena anak panah di dada kirinya. Meleset sedikit dari Jantungnya. Ia pun kelelahan. Pasukan Romawi tidak berhenti, mereka terus menyerang dan bergerak maju. Markus, panglima yang memimpin penyerangan itu bahkan kali ini berada di garis depan. Ia meminta Margot untuk menyerah sejak lama. Namun Margot mencampakkan surat peringatan itu dan membunuh suruhan Markus.

Margot terpojok dan Ia berhadapan langsung dengan Markus. Markus berbadan sangat tegap. Ia seperti kesetanan. Ia tertawa keras sekali tanda kemenangan. Seketika itu juga ia menghunuskan pedangnya ke arah Margot. Margot tak dapat mengelak. Darah menyembul dari perutnya. Margot mulai kehilangan kesadaran, ketika sepasang tangan memangku kepalanya. Itu adalah tangan Gaspar. Harusnya Gaspar tidak lagi ada di situ. Ia harusnya sudah ada di pengungsian. Margot kaget dan takut setengah mati melihat Gaspar berada di situ, namun hati kecilnya bahagia juga. Ia sangat menyayangi putranya itu, Ia suka menghadapi kematiannya seorang diri. Margot sempat melihat Gaspar membuka mulutnya dan meraung sangat keras, namun Ia tidak lagi dapat mendengar suara Gaspar. Sampai akhirnya Ia tidak lagi melihat apapun. Semuanya gelap.

Untuk pertama kalinya seumur hidup Gaspar merasa sangat marah. Ia meledak-ledak dan berusaha membunuh Markus. Namun Ia masih terlalu kecil. Ia meninju-ninjukan tangannya ke Markus namun Ia hanya tertawa. Makin kuat Gaspar memukul makin kuat tawa Markus. Ia terus memukul. Hati Gaspar juga bingung sebenarnya kenapa Ia memukul-mukul lelaki besar itu. Gaspar merasa itu tidak perlu. Tidak tahu mengapa Ia bisa merasa seperti itu. Namun pikiran itu hanya sejenak saja mampir di dirinya. Selanjutnya Ia mengenang semua cinta ayahnya dan merasa sangat sakit ketika tahu hal itu direnggut darinya. Sampai akhirnya dua pasang tangan memegang Gaspar sangat kuat dan tiba-tiba Gaspar tak sadarkan diri.

Monday, December 10, 2007

Taifun

Gua pertama kali denger kata ini waktu di Xiamen-China 2006 lalu. Waktu itu lagi ikut The 3rd World Choir Games. Seharusnya sih waktu itu jadwalnya summer di sana, tapi ternyata, lagi-lagi summer gagal.

Taifun adalah kondisi cuaca yang buruk. Hujan deras disertai angin yang kencang. Skala Taifun kira-kira seperti ini:


Skala 1: Angin kencang


Skala 2: Angin sangat kencang, mampu menerbangkan rok anda tinggi.


Skala 3: Angin sangat kencang, bisa membalikkan payung anda ke arah berlawanan


Skala 4: Angin sangat kencang, bisa menumbangkan pohon sedang


Skala 5: Angin sangat kencang sekali, mampu menumbangkan pohon besar dan menerbangkan atap, memecahkan kaca.


Kebetulan waktu kami di sana, kami sempat menghadapi taufan skala 4. Hmm... serem juga yah ternyata. Tapi dasarnya rombongan kami emang nakal sehingga kami tetap berkeliaran walaupun badai menghadang. Dalam hati, ah... segini mah kecil di Indonesia lebih parah juga kita tetap masuk kantor. Hahahahahahaha....


Anyway, ada pengalaman lucu nan mengharukan waktu di sana. Ceritanya gua terjebak badai di sana. Basah dan kedinginan. Payung gua udah rusak. Udah hampir setengah jam gua nunggu taxi tak kunjung datang. Akhirnya di halte itu gua beranikan diri bertanya kepada seseorang warga asli di sana. Kira-kira begini percakapannya:


Gue: I'm sorry sir, I need to go to this hotel (seraya gua menunjukkan kartu nama dari hotel tersebut)


Die: Liteng tasi hir.. liteng tasi hir


Gue: I'm sorry sir


Die: Little Taxi here... little taxi.


Gue: Oh... (Naon dalam hati gue. Little Taxi. Emang taxi ada kecil dan gede apa... Tapi gua nangkep sih maksud dia kalo di situ sedikit taxi yang lewat)


Die: Ehm.. fjadfjaklsdjfnnp and jdfas and jkdf sdifucnxsfpa and jdhfajdhfj (gua udah gak jelas dia ngomong apa. Bahasa inggris sih gua tahu, tapi intonasinya itu gua gak kenal. Yang pasti dia nunjukin gua peta bus terus gua berusaha, berusaha keras tepatnya, mengikuti jari dia bergerak sambil berusaha mengerti apa yang dia katakan. Gua gak berhasil)


Ngeliat gua makin bingung dia menimpali,


Die: dajshdjfh djfhasjkdhfjkasdh djkfahsdjkfh... (Dan sangking deserate-nya dia langsung narik tangan gua naik bus yang kebetulan lewat di halte)... fallong me... fallong me...


Akhrinya gua ama dia masuk bis. Dia diem aja. Gua juga diem aja. Dia juga masukin, ongkos buat gua. Wadoh baik banget nih orang. Umurnya sekitar 20-an. Pake kacamata. Matanya sipit (ya iyalah, jelas-jelas di china). Kemeja oranye dan celana panjang hitam, bawa payung warna kuning. Semua pakaian yang dia pake warnanya soft. Udah gitu dia narik gua turun. Nunggu beberapa lama, terus naek bus lagi. Kami diem-diem aja lagi berdua. Terus dia bawa gua turun lagi.


Abis itu dia berhentiin taxi. Terus dia ngomong:


Die: ha... huah... huah...


Dalem hati udah kayak binatang piaran aja cara nyuruh gua naek taksi. Ya udah gua masuk. Di dalem taksi dia ngomong ama supir taksi alamat yang dituju. Mereka ngomong make bahasa mandarin. Nampaknya sang pengemudi tahu alamat yang dia tuju. Terus mereka ngomong lagi. Kali ini gua gak ngerti entah apa yang mereka omongin. Terus gua asyik denger radio. Lucu radionya. Penyiarnya berusaha ngebagus-bagusin intonasinya biar kayak orang barat tapi terhalang sama aturan bahasa mandarin sendiri. Jadinya kedengeran aneh. Kadang nadanya tinggi dan kadang rendah. Susah banget jadi penyiar radio di China gua pikir.


Dalam keheningan akhirnya gua ngomong gini ke orang yang bantu gua.


Gue: Thank you very much sir, it's a very kind of you.


Die: Ah... ha...


Dalem hati, nih orang ngerti gak sih gua sedang berterima kasih. Udah aja, suasana jadi hening lagi. Ya udahlah. Gua juga jadinya diem aja.


Tiba-tiba orang itu turun. Terus dia ngomong lagi.


Die: Ldfjlakjsdlkfj aldkfjakld flakdjfklad...


Ya udah gua senyum aja ke dia. Terus taksi melaju, dan gua masih sempat melihat dia naek bus. Mungkin dia mau pulang ke rumahnya.


Dalem hati gua baik banget nih orang. Mau nganterin gua ambil taksi.

PS: Thank you yah Mr. who ever you are


Friday, December 07, 2007

Saarbrucken

Gak tau tiba-tiba pengen nulis aja tentang kota ini

Nyombong dikit, waktu di Eropa 3 tahun silam, gua pernah secara tidak sengaja berada di kota ini. Yang gua suka dari kota ini adalah namanya. Saarbrucken.

Sa seperti pada sapi
ar seperti pada bakar
bru seperti pada brutal
ken seperti memungkin-kan ala Pak Harto (hahahahaha...)


Jadi ceritanya dari Hamburg kami mau ke Milan Bergano di Italy. Tapi sebelumnya kami harus nyampe di ??? (lupa nama kotanya) untuk naek pesawat. Nah dari sana baru ke Milan Bergano. Tapi ternyata kami gak berhasil mengejar jadwal keberangkatan pesawat, sehingga kami tertinggal sekitar 20 menitan. Sebenernya sih bisa asal supir bus-nya mau lari di atas 60 Km di Jalan Tol. Dasar orang Eropa terlalu patuh, sehingga kami serombongan ada sekitar 15 orang gagal ke Milan.

Sang supir akhirnya menawarkan untuk menghantarkan kami ke kota terdekat sehingga kami bisa pergi ke Paris. Memang awalnya setelah dari Milan Bergano kami ke Paris. Ternyata rencana bersenang-senang di Italy mesti gagal nih. Hmm... ya sudahlah.

Kota kecil tempat kami diturunkan itu adalah Saarbrucken. Kota kecil dibagian selatan Jerman dekat dengan perbatasan ke Perancis. Kami hanya menghabiskan sekitar 2 jam di kota itu. Tidak sempat berjalan-jalan apalagi berkeliling. Jadi hanya bersenang-senang disekitar stasiun kereta saja. Tidak jadi naik pesawat jadinya naik kereta.

Saarbrucken. Kotanya sih gak besar-besar amat, tapi dibanding kota-kota di Indonesia, tentu ajalah masih lebih baik. Gua suka udaranya. Gua suka orang-orangnya. Gua suka lingkungannya. Gua suka bangunan-bangunannya: bangunan tua eropa. Walaupun dibawa kekuasaan Jerman, rasa dari kota ini sangat Perancis. Terutama makanannya. Bahasa dan aksen yang dipakai juga masih kerasa Perancisnya. Begitu pula dengan fesyennya.



Enaknya kota-kota di Eropa adalah, keberadaan loker untuk nyimpan bagasi. Loker tersebut bisa kita sewa dan kuncinya kita bawa hanya dengan kurang dari 1 Euro. Hmm.. kebayang deh kalau mesti jalan-jalan di kota itu tapi mesti sambil tenteng-tenteng bagasi, piuuhh... pasti capek banget. Mana bisa juga foto-foto kalo gitu mah.


Seperti pada kota-kota di Jerman pada umumnya, coklat adalah makanan murah meriah nan megah untuk di lahap. Cuma 2 Euro tapi udah cukup untuk persediaan sebulan. Hahahaha... gak mungkin banget. Banyak banget lah pokoknya. Dan seperti kota-kota di Eropa pada umumnya juga, masakan-masakan di sana kurang berbumbu. Hambar banget. Makanya gua gak terlalu suka di sana.

Gua sempetin juga duduk-duduk di halaman stasiun kota ini. Ada semacam lapangan besar dan berundak di sana. Bertemu juga beberapa orang Indonesia dan sedikit bercakap-cakap dengan mereka. Nampaknya mereka sedang terburu-buru. Duduk-duduk sambil memandangi orang bule berlalu lalang seru juga. Udaranya lumayan sejuk dan yang pasti nggak berpolusi.

Saarbrucken, memang hanya salah satu kota kecil singgahan yang pernah gua lalui. Tapi entah kenapa, gua masih inget betul yah ketenangan di sana. Kota itu seperti membawa kedamaian dalam hati. Enaklah buat beristirahat.

Thursday, December 06, 2007

Kisah seorang Majus (Bagian I)

Sang Bintang Terang

“Nek, kenapa sih ayah pergi berperang terus? Nanti kalau ayah tidak kembali lagi bagaimana? Untuk apa sih ayah mesti pergi ke negri itu? Mau merampas dan menguasai segala lagi? Kan, negara kita juga sudah kaya. Orang-orangnya pun sudah senang-senang. Bahkan kemarin waktu berjalan-jalan dengan kakak saya melihat bahwa warga kita hanya bersenang-senang saja kerjanya”. Gaspar menggerutu luar biasa karena ayahanda tercintanya hendak pergi, lagi, untuk berperang. Sebenarnya hati kecilnya sedih, sekaligus takut jikalau kali ini ayah tercintanya tidak akan kembali lagi.

”Hmm... begitulah manusia, Gaspar. Tidak pernah puas. Memang dari dasarnya begitu manusia itu. Hatinya sudah berubah, sudah rusak dan hanya ingin menyakiti dan menguasai.” Seru sang nenek. Dia juga sangat kesal dengan manusia yang selalu ingin menyakiti sesamanya. Dia selalu bertanya-tanya tentang hal ini.

Sang nenek bukanlah ibu kandung dari ayah Gaspar, melainkan ibu asuh yang merawat ayahnya sejak kecil. Dia juga yang merawat Gaspar sejak lahir. Dia adalah seorang wanita yang pada masa kecilnya ikut pembuangan dari negri jauh di sana. Dia sendiri tidak bisa ingat dari mana dia berasal. Hanya penggalan-penggalan kecil dari masa kecilnya yang mampu dia ingat.

”Tapi!” sang nenek terdiam sejenak.

”Tapi apa nek?” Gaspar kecil penasaran.

”Akh.. sudahlah, sebaiknya kau tidur saja, sudah malam” sang pengasuh membatalkan niatnya. Hal yang akan diceritakannya, sebetulnya dia sendiri masih setengah percaya. Hanya entah kenapa, dia ingin sekali menceritakan itu kepada semua orang. Hal itu selalu menghantui dia selama ini.

”Hmm... padahal aku ingin sekali mendengar dongeng-dongeng nenek. ceritalah nek”, bujuk Gaspar, ”sekali lagi, sebelum aku tidur. Tentang Simson yang membunuh beribu-ribu orang dengan tulang hewan. Hiyaahh...”, gaspar kecil melompat di atas tempat tidur, ”tentang Daud yang berhasil menjatuhkan raksasa dengan ketapel, Psiuu...”; gaspar memperagakan orang yang sedang melempar ketapel; ”aaaaakhhh....”; kali ini dia memerankan sang raksasa yang tumbang terkena ketapel; ”tentang lelaki tua yang bisa membelah lautan dengan tongkatnya, nek. Whoooaaaaa.... byeeerrrrr...”. Gaspar memang selalu suka mendengar dongeng nenek tentang kisah-kisah supranatural itu. Tentang harapan demi harapan dan tentang doa dan kebenaran.

”Akh... sudahlah, kau lebih baik tidur saja. Besok ayahmu berangkat. Lagi pula, nenek di larang bercerita tentang, dongeng-dongeng ini oleh ayahmu, katanya kurang baik untuk dirimu”. Ayah Gaspar, Margot, memang melarang nenek untuk bercerita tentang hal-hal itu lagi. Margot merasa bahwa cerita itu hanya harapan-harapan kosong belaka. Margot juga pernah mendengar cerita-cerita itu sejak kecilnya, dan ia merasa teracuni dengan cerita-cerita pengasuhnya itu. Bagi Margot, setalah ia dewasa, hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Kenaza menyelimuti Gaspar yang sudah berbaring, kemudian ia mematikan lentera terang dan membiarkan yang kecil tetap menyala. Cahaya redup kemerahan dari lentera kecil itu tidak mampu memenuhi seluruh ruangan. Kenaza berjalan ke arah jendela dan hendak menutupnya. Tiba-tiba ia terdiam, dan berdiri seperti membeku. Pandangannya kosong ke depan.

”Kenapa Nek?” Gaspar penasaran.

”Bintang jatuh”. Jawab sang nenek tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun. Sudah lama sekali dia tidak melihat bintang jatuh. Terakhir dia melihat bintang itu, malam sebelum dia kehilangan seluruh keluarganya.

Kenaza teringat, malam itu kakeknya menceritakan sesuatu yang sangat indah tentang bintang. Tentang harapan. Harapan bahwa keluarga mereka akan diselamatkan. Akan bebas dan akan hidup bahagia selamanya. Tidak lagi di pembuangan. Dia sangat tersentuh dengan cerita itu. Dia memegang harapan itu dalam-dalam. Dia percaya akan harapan itu. Walaupun kenyataannya berbeda, keluarganya berpisah dengannya keesokan harinya, dan sampai saat ini dia hidup di negeri yang terasing, Kenaza, diam-diam masih memegang harapan itu di hatinya. Kalau suatu saat nanti, bintang itu akan bersinar terang di ufuk timur.

”Mana nek?” Gaspar sudah berada di rangkulan sang nenek. Kini mereka berdua memandang ke arah bintang-bintang di langit.

”Kau lihat bintang itu”. Kenaza tidak menjawab.

”Wah, bagus sekali ya nek, kemilaunya terang sekali”. Gaspar sudah melupakan tentang bintang jatuh.

”Suatu saat nanti akan terbit bintang yang jauh lebih terang dari pada itu. Jauh lebih indah dari pada itu dan jauh lebih kemilau dari pada itu. Di sebelah Barat. Jikalau engkau melihat bintang itu, bintang tersebut akan menyinari hatimu, jauh ke dalam. Engkau akan mengetahui rahasia-rahasia kehidupan sepanjang zaman yang belum pernah di ketahui selama ini. Bintang itu adalah bintang pengharapan. Bintang itu akan membawamu ke dalam keselamatan. Bintang itu adalah bintang kedamaian.”

”Waah... berarti tidak ada perang lagi dong Nek. Asyiiik. Kapan bintang itu terbit Nek? Asyiiik. Ayah tidak perlu pergi perang lagi. Kapan nek?”. Gaspar begitu gembira mendengar cerita sang Nenek.

”Suatu saat nanti Gaspar, suatu saat nanti...” Sang nenek menjawab seraya mengembalikan Gaspar ke tempat tidur. Ia mengibas-ibaskan permukaan tempat tidur tersebut dan menyelimuti Gaspar untuk kedua kalinya. Ia membelai-belai rambut Gaspar dan kemudian melangkah keluar.
Belum lagi Kenaza sampai di pintu kamar tersebut, Gaspar bertanya:

”Nenek tidak bohong kan?” Gaspar kembali bertanya tentang bintang itu.

Pertanyaan itu menguak kembali seluruh kehidupan Kenaza. Masa di mana dia menyatakan percaya akan Bintang tersebut, namun keesokan harinya ia mesti berpisah dengan keluarganya, dan sampai saat ini dia tinggal terasing di negeri orang. Harapan dia tidak terbukti. Namun hati kecilnya tidak bisa menolak ini. Dia percaya Bintang Terang itu suatu saat akan terbit. Entah kapan. Dan akan menyinari dunia ini dengan harapan. Dia percaya akan hal ini. Sekalipun kenyataannya berbeda. Ada sesuatu dibalik rahasia ini, yang belum dia mengerti.

”Tidak Gaspar, Nenek tidak bohong. Suatu saat nanti Bintang Terang itu akan terbit di sebelah barat”. Kenaza meneteskan sebulir air mata sambil menjawab hal tersebut. Ia tidak mengarahkan wajahnya ke Gaspar saat menjawab hal itu. Ia takut Gaspar bertanya-tanya kenapa. Air mata itu adalah air mata kepedihan. Air mata yang meninggalkan kenyataan-kenyataan pahit yang terjadi selama ini dan kembali berpaling kepada harapan. Ia terlalu sedih melihat jalan kehidupannya. Ia menyelesaikannya dengan air mata itu. Kemudian ia menegakkan kepalanya dan kembali berharap. Sesuatu yang besar terjadi di hatinya saat itu. Dadanya berdegup kencang.

”Baiklah Nek, aku akan menunggu Bintang itu terbit.” Gaspar memejamkan matanya.

”Bintang itu yang akan menuntunmu nak, Ia akan menuntunmu kepadanya”. Kenaza membuka pintu dan kemudian menutupnya. Agak lama ia bersandar di pintu tersebut. Ia mengarahkan mukanya ke langit-langit dan ia memejamkan matanya. Ia menghela nafas panjang dan Ia berjalan pergi menyusuri lorong.

Wednesday, December 05, 2007

Banjir

Pagi ini bangun tidur rumah udah banjir setinggi betis. Untung ruang tengah udah ditinggiin. Jadinya masih ada daerah kering yang bisa dipijak. Alhasil, pagi-pagi udah sebel deh. Udah banjir, hujan pula. Jadi gak bisa berangkat kerja. Yang ada nguras-nguras lantai deh biar kering, biar bisa mandi.

Terus waktu sarapan, Opung gua yang kebetulan lagi nginap di rumah cerita, tahun 1982 rumah dia yang di Medan juga kebanjiran. Trus, waktu dia ingat waktu itu, 3 bulan kemudian, dia dapet banyak berkat. Kecipratan jadi pimpinan suatu proyek yang gak pernah dia pikirkan sebelumnya. Intinya dia bilang, tenang, kalau hujan sampai banjir berarti akan datang berkat di belakangnya.

Hmm, gak sepenuhnya benar sih cerita itu, tapi gua menangkap idenya koq. Intinya tetap bersyukurlah, sebab akan ada hal baik yang mengikuti di setiap kejadian.

Kalo gua boleh memilih hal baik itu adalah:
- Gua dapet jam tangan baru
- Punya rumah baru
- Apa yah...

Dasar. Maunya aja.

Tuesday, December 04, 2007

Pada Dasarnya Semua Orang Adalah Baik

Tadi malam seorang teman bercerita mengenai pengalaman hidupnya. Semenjak kematian Ayahanda tercinta, perekonomian keluarga mereka merosot drastis. Kata dia sih hal ini disebabkan kurang piawainya anggota keluarga mengatur keuangan keluarga. Alhasil mereka harus berpindah dari rumah aslinya ke rumah kontrakan yang lebih kecil, sementara rumah asli mereka itu dikontrakan ke orang lain. Demi mendapatkan uang tambahan.

Saat itu teman saya ini adalah seorang siswa SMA. Hmm... kebayang betapa terpukulnya dia. Saat masuk bangku kuliah, teman saya itu dibantu oleh Bapak Uda (paman) nya untuk memenuhi biaya kuliah. Akhirnya teman saya ini dan adiknya lulus kuliah. Dan mereka sekarang sudah bekerja. Kondisi ekonomi keluarga mereka sekarang sudah membaik, dan mereka akan kembali ke rumah asli mereka bulan depan.

Hmm... nice story.

Yang menarik perhatian gua adalah Bapak Uda-nya dia ini. Mungkin karena belas kasihan dia tergerak untuk membantu keluarga teman gua ini. Bisa dibayangkan sih, waktu Ayah dari teman gua ini hidup, mungkin aja mereka jarang banget berkomunikasi. Tentulah, mereka sibuk dengan keluarga masing-masing. Namun, begitu salah satu keluarga terkena musibah, tiba-tiba dia merasa bertanggung jawab atas keluarga peninggalan adiknya itu.

Buat gua sih itu keren. Gak semua orang lho mau peduli. Dan gak semua orang mau membantu. Namun melalui pelajaran ini gua jadi mengerti. Pada dasarnya setiap orang, saat dia sadar orang lain terdesak, ia pasti akan membantu. Karena memang pada dasarnya semua orang adalah baik. Gua yakin akan hal itu. Makanya mau membantu.

So... jangan tolak kodrat, karena setiap manusia memang diciptakan untuk kebaikan.

Monday, December 03, 2007

Bahasa

Setahu gua bahasa manusia itu terpecah-pecah semenjak kejadian menara babel beribu-ribu tahun yang lampau.

Saat itu manusia berusaha mencapai (menyamai) Tuhan dengan membangun menara yang ujungnya sampai ke langit. Yah, walopun kalo zaman sekarang hal itu akan menjadi lucu, tapi motivasinya itu lho arogan banget.

Gua yakin sebenernya bisa aja manusia dimusnahkan saat itu juga karena sombong banget ingin menyamai Tuhan. Tapi ternyata hikmat sang kuasa jauuuuhhh... lebih kreatif dari pada itu. Dengan mudah Ia mengubah coding manusia dan memecah mereka dengan bahasa yang berbeda-beda. Sekonyong-konyong manusia terpecah-pecah dan mulai berpencar satu dengan yang lain.

Di milis EL-ITB yang gua ikutin ada pembahasan mengenai bahasa. Inilah yang melatarbelakangi penulisan blog gua kali ini. Idenya sih mudah, supaya setiap kita terus mengingat kalau kita hanya debu semata. Kita hanyalah manusia dan seharusnya dekat dengan Tuhannya. Rendah hati, tidak sombong dan tidak melawan Yang Kuasa.

Asyiikkk bahasa gue...

Gua juga menemukan. Penggunaan kata hehe, dapat menetralisasi tulisan yang kita tulis. Misalnya ada pendapat yang agak offensive ataupun defensif, semuanya bisa dinormalisasi sama akhiran hehe, baik pada akhir kalimat maupun pada akhir paragraf. Mungkin kalo dalam sistem asam dan basa hehe itu membuat PH menjadi 7.0. Naon, kimia jadul banget. Hehe.